Bertemu di sebuah angkot, Rosita dan Thomas Khafiar langsung dekat. Pertemuan tersebut berjalan selama enam hari, sebelum akhirnya Rosita dilamar. “Saat menjalin rumah tangga dengan Pak Thomas, saya memiliki harapan, saya ingin menjadi rumah tangga yang bahagia.”
“Namun, beberapa bulan kemudian, saya melihat Pak Thomas tidak seperti apa yang saya bayangkan, apa yang saya harapkan.”
Suatu hari, Rosita mendengar suara ribut dari lantai bawah. Ternyata, suaminya dan seorang wanita sedang bertengkar. Wanita tersebut tidak terima Thomas dan Rosita bermesraan. Maka wanita ini pun ingin membunuh Rosita. Sebelum sempat naik ke lantai atas, wanita yang membawa pisau tersebut langsung diamankan Thomas.
“Saya tahan wanita itu, saya tarik bajunya dan saya ambil pisaunya. Dan saya langsung pukul, dan saya suruh pergi.” Ujar Thomas.
Setelah menunggu beberapa saat, Thomas pulang. Rosita pun menanyakan siapa wanita tersebut. Menurut pengakuan Thomas, wanita tersebut temannya. Namun Rosita menganggap ada sesuatu yang aneh. “Kalau teman kok dipukul?” tanya Rosita kepada Thomas. Thomas menyatakan bahwa hal itu tidak perlu diurus. Sejak saat itu, Rosita mencari tahu siapa perempuan tersebut.
Saat datang ke kantor Thomas, Rosita secara tak sengaja membaca surat-surat yang jatuh dari lemari Thomas. Ternyata, surat-surat itu ditujukan kepada perempuan-perempuan lain. “Dan itu ada empat perempuan,” ujarnya.
Ketika ditanya, Thomas menanyakan bahwa surat-surat itu dari teman-temannya untuk pacar mereka. Namun Rosita tak bisa percaya begitu saja, lantaran surat itu disimpan dengan begitu rapi oleh Thomas. Pertengkaran pun tak dapat dihindari dan hal ini makin memperparah keadaan.
Berikut bunyi salah satu surat yang meremukkan hati Rosita yang ditujukan kepada wanita bernama Rani :
Sayang,
Saya akan meninggalkan istri saya dan saya akan menceraikan dia dan saya akan menikahi kamu secara sah.
“Di situ saya menangis, berarti selama ini dia menjalin hubungan dengan perempuan-perempuan lain yang saya juga ga tahu itu siapa. Lalu saya merasa rumah tangga saya itu kok kenapa jadi begini?”
Suatu hari setelah selesai pergi bersama kedua anaknya, Rosita yang pulang ke rumah sangat terkejut. Dia melihat suaminya bersama empat wanita, salah satunya yaitu wanita yang membawa pisau.
Saat itu, Rosita merasa begitu jijik. Mengetahui hal tersebut, Thomas bukannya menyesal, dia malah memanggil sang istri. “Sudah ke sini aja, kita rame-rame aja.” ujarnya.
Rosita seperti tak berkutik. Dia pun menghampiri sang suami dan membuka pakaiannya seperti yang diminta. “Kalau kamu tidak mau, saya pukul kamu.” Ujar Thomas ketika itu.
“Di situ saya sangat sakit, sangat jijik, saya sangat benci. Namun saya tidak kuasa untuk menolak dan saya tidak kuasa untuk kabur. Saya mau teriak ke anak-anak, namun saya tidak mau mereka melihat apa yang saya alami, apa yang sedang papanya lakukan.”
“Di situ saya merasa saya adalah hewan, saya adalah binatang, yang sedang dia perlakukan semaunya. Saya merasa hancur saat itu, saya ingin mengakhiri hidup saya.”
Setelah kejadian itu, Rosita ingin bunuh diri. Namun, ketika dia hendak memotong urat nadinya, anaknya tiba-tiba datang dan mengatakan bahwa dia lapar. “Di situ saya baru sadar, saya masih punya mereka. Walaupun suami saya berbuat begitu sama saya, namun saya masih punya mereka. Mereka membutuhkan saya. Di situ saya berpikir lagi, kalau saya mengakhiri hidup saya, mereka dengan siapa?”
Tidak tahan dengan keadaan begitu, Rosita meminta cerai. Bukannya menerima, sang suami malah membanting rak piring, televisi, dan barang-barang lainnya. Rosita malah dipukuli, ditendang, bahkan barbel pun ditikam ke kepalanya.
“Jadi hati saya tuh susah untuk melepaskan dia. Tapi di sisi lain saya lakukan kekerasan untuk (kepada) dia. Pada saat saya pukul, itu sepertinya tidak ada belas kasihan. Saya lihat dia itu seperti tambah emosi,” cerita Thomas.
“Jadi, saya siksa Ibu Rosita ini, karena saya punya ilmu-ilmu yang saya pegang. Saking banyaknya, ya itu yang mendorong saya harus melakukan hal ini, untuk melakukan kekerasan ini.”
Di saat itulah, Rosita pergi beribadah. “Di situ pembimbing berkata, ‘Bagaimana keluarga yang baik, keluarga yang berharga di mata Tuhan.’ Ada pemberontakan dalam hati saya, ada penolakan dalam hati saya karena apa yang disampaikan Beliau itu tidak sesuai dengan apa yang saya hadapi. Di situ saya mengatakan bagaimana keluarga saya bisa menjadi keluarga yang berharga di mata Tuhan, sedangkan suami saya aja kelakuannya begitu.”
Tiba-tiba pembimbing rohani tersebut berkata, “Keluarga yang berharga di mata Tuhan ketika mempercayakan kehidupannya di mata Tuhan dan Tuhan akan menjadi penolong baginya.”
“Dari situ saya langsung berkata, kalau saya mempercayakan kehidupan saya kepada Tuhan, tidak ada yang mustahil. Semuanya pasti terlewati. Di situ saya menangis, saya berdoa kepada Tuhan, saya katakan ‘Tuhan, saya percaya pada Engkau, saya mempercayakan hidup saya kepada Engkau, dan saya percaya Tuhan akan mengubahkan semuanya.’ Setelah saya berdoa kepada Tuhan, saya merasa lega. Beban masalah yang saya alami selama lima tahun itu seketika hilang saat itu dan benci saya saat itu, dendam saya kepada suami hilang seketika itu. Justru yang ada adalah sukacita, damai sejahtera.”
Teman Thomas kemudian datang ke rumah dan mengajaknya untuk ikut retreat di Bandung. Meskipun sedikit tidak mau, akhirnya Thomas ikut juga. “Kita harus mengasihi istri, karena istri adalah penolong. Kita harus menjadi imam di dalam keluarga.” Ujar si pengkhotbah.
“Banyak yang saya lakukan kepada istri dan saya sadar. Saya katakan ‘Tuhan, saya salah tapi saat ini saya mau minta ampun sama istri.”
Suatu malam, Rosita merasa pipinya hangat dan kepalanya dibelai-belai. Maka dia pun bangun dan merasa kaget. “Ternyata suami saya sedang menangis,” ujar Rosita.
“Dan saya katakan semua kesalahan saya kepada istri. Memang saya katakan minta maaf itu benar-benar dari hati saya,” ujar Thomas.
“Saya ga bisa langsung merespon bilang ‘Iya’. Saya bengong, saya nggak percaya apa benar. Tapi ketika dia peluk saya, dia menangis, saya katakan, ‘Mama sudah mengampuni papa udah dari lama,’ saya katakan begitu.”
“Saya mengucap syukur karena suami saya bisa minta maaf. Selama ini dia tidak bisa minta maaf. Sungguh luar biasa, ada sukacita, tangisan bahagia.”
“Bersyukur kepada Tuhan Yesus, bisa kembali kepada istri, penuh dengan sukacita. Dan juga karena begitu luar biasanya kebaikan Tuhan dan pengampunan-Nya kepada saya dan juga keluarga.”
“Saya mengucap syukur, atas perubahan kepada diri saya, kepada karakter saya, dan kepada suami saya. Semua ilmu hitam yang dia miliki dilepaskan dan dia memiliki sukacita. Keluarga kami pun dipulihkan Tuhan dan kami mengalami keharmonisan dan sukacita di dalam Tuhan.”
Sumber Kesaksian :
Rosita Khafiar
Sumber : V140722170231