“Dia adalah penyanyi yang hebat. Andaikan aku dapat seperti dia..”
“Mengapa jauh lebih pandai daripada saya..”
Sepertinya selalu saja ada suara-suara di dalam diri kita yang mengatakan bahwa orang lain lebih baik, lebih pandai, lebih mampu, dll. Semakin lama kita menengok dunia di sekeliling, semakin sering kita membandingkan diri dengan orang lain. Akhirnya hal itu tersimpan dalam pikiran dan menghambat kita untuk berkembang.
Kita menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan apa yang tidak kita miliki dan apa yang orang lain miliki. Kita merasa tidak semampu orang lain. Kita menjadi penakut, tidak aman, dan cepat merasa puas.
Kita lebih memilih area aman. Banyak hal yang tidak kita lakukan karena berpikir “Bagaimana kalau saya gagal?” atau “Bagaimana jika saya telah melakukan yang terbaik tetapi hasilnya tetap buruk?”
Ketika Daud akan berperang menghadapi Goliat, dia tidak takut meskipun Goliat punya pedang sementara dirinya hanya membawa ketapel. Daud tahu siapa dirinya dan apa yang bisa dia lakukan bersama Allah. Oleh karena itu, Daud tidak memusingkan apakah dirinya akan hidup atau mati setelah pertempuran ini.
Hari-hari ini kita mungkin lebih sering menangis, meratapi nasib karena di tangan kita hanya ada sebuah ketapel dan bukan sebilah pedang. Coba Anda pikirkan! Apakah sebuah jeruk mengeluh karena dia bukan apel? Atau apakah langit cemburu terhadap bumi? Apakah bintang ingin menjadi bulan?
Paulus mengatakan hal serupa dalam I Korintus 12:14-31. Dalam ayat 14-15 dikatakan, “Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. Andaikata kaki berkata: “Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh”, jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh?”
Kita semua tidak sama. Jika kaki merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tangan, atau jika mata cemburu terhadap telinga, maka tubuh kita bisa mengalami gangguan. Sesungguhnya demikian juga dengan kita; setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kita perlu belajar untuk mengalah dengan anggun. Selama ini kita pikir mengalah adalah hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Seakan-akan kita punya lembar penilaian untuk mengukur apakah kita lebih baik atau lebih buruk. Saat mengetahui kalau teman kita lebih cerdas daripada kita, maka skor dia adalah 1, sementara skor kita minus 1.
Kita seakan-akan memerintahkan diri kita untuk menjadi yang terbaik! Jika gagal, apa yang akan dikatakan orang lain tentang kita? Maka kita tidak boleh gagal. Dengan konyolnya kita selalu membanding-bandingkan diri dan berlomba-lomba mengungguli orang lain.
Pertambahan usia tidak terhindarkan bagi siapa saja—itulah yang pada akhirnya akan membuat kita semua sama.
Sebenarnya kita tidak perlu menjadi yang terbaik; kita hanya perlu untuk menjadi yang terbaik dari diri kita.
Kita mungkin bukan perkakas yang paling tajam di dam sebuah gudang, tetapi bukankah sebuah palu tidak perlu tajam? Bisakah palu mengerjakan tugas gergaji? Bisakah gergaji mengerjakan tugas palu? Bisakah masing-masing perkakas mengerjakan tugasnya jika mereka saling menginginkan talenta satu sama lain?
Lakukan apa yang menjadi tugasmu, bukan tugas orang lain. Tuhan menciptakan kita berbeda satu sama lain dengan kelebihan yang berbeda pula.
Kemerdekaan timbul dalam sikap mensyukuri apa yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita sembari mengagumi apa yang Tuhan telah berikan kepada orang lain.
Sumber:
Dr. Jayce O'Neal
BACA JUGA:
Kualitas Wanita Penopang Rumah Tangga yang Kuat
5 Kesalahan dalam Menghadapi Perubahan Karir
Herpes Semakin Parah Bila Konsumsi Ini