MPH PGI: Pernyataan Kapolri Sangat Tidak Patut
Sumber: pgi.or.id

Internasional / 4 June 2014

Kalangan Sendiri

MPH PGI: Pernyataan Kapolri Sangat Tidak Patut

Budhi Marpaung Official Writer
5056

Majelis Pengurus Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPH PGI) merilis pernyataan sikap terbuka terkait pernyataan Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Sutarman ketika diwawancarai oleh wartawan mengenai peristiwa aksi intoleransi yang terjadi di DKI Yogyakarta, Kamis (29/6/2014) lalu.

Seperti dilansir pgi.or.id, MPH PGI menyayangkan pernyataan tidak patut itu keluar dari mulut seorang pejabat negara yang seharusnya bertugas melayani masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan perundang-undangan yang terjadi di negara.

Bagi MPH PGI, ini salah satu bukti bahwa alat-alat negara tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika alat negara tidak berfungsi secara baik, maka sudah sepatutnya dilakukan tindakan pembenahan terhadap sistem dan orang yang bertanggung jawab di dalamnya.

Di akhir pernyataan sikap, MPH PGI mendorong seluruh anak bangsa untuk bersama-sama menciptakan kehidupan masyarakat bangsa yang damai dan saling menghormati sebagai wujud ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Berikut ini adalah pernyataan sikap lengkap MPH PGI terkait pernyataan Kapolri atas peristiwa intoleransi yang terjadi di Yogyakarta beberapa hari lalu:

 

PRESS RELEASE

Pernyataan Kapolri Sangat Tidak Patut

Dua hari berturut-turut telah terjadi penyerangan terhadap kelompok masyarakat yang sedang beribadah, di Yogyakarta. Pertama terjadi di rumah Julius Felincianus (54) di perumahan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN), dusun Tanjungsari, desa Sukoharjo, kecamatan Ngaglik. Padahal Kamis (29/5) malam itu sedang berlangsung doa rosario dan latihan paduan suara di rumah Julius. Peristiwa kedua adalah perusakan bangunan di Dusun Pangukan, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, Minggu (1/6) yang dipakai untuk menjalankan kebaktian. Penyerangan tersebut dilakukan oleh kelompok masyarakat yang menggunakan simbol-simbol agama tertentu, dengan alasan bangunan tersebut tidak ada ijin.

Kejadian ini sangat mengejutkan, karena Yogyakarta selama ini merupakan tempat yang aman dan bersahaja. Masyarakat pendatang sebagian besar adalah mereka yang mencari Ilmu atau studi di sana. Yogyakarta sangat kental nuansa budaya yang “nrimo” dengan masyarakat dari berbagai wilayah nusantara. Dengan pimpinan daerah yang telah menjadi simbol pluralitasnya, selama ini di Yogyakarta tidak ada masalah keamanan yang berarti. Sayangnya kedua peristiwa ini telah mencoreng wajah sejuk Yogyakarta yang mestinya dijadikan contoh sebuah kultur masyarakat Indonesia yang berperadaban. Persoalan lain tentunya adalah mengapa peristiwa ini terjadi pada momentum menjelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden?

Sudah sekilan lama dan banyak terjadi peristiwa kekerasan dan penyerangan terhadap rumah ibadah dan kegiatan peribadatan umat beragama di negara ini. Akan tetapi kita melihat juga fakta bahwa ketidaktegasan aparat keamanan ~untuk tidak menyebutnya pembiaran ~ terhadap pelaku tindak kekerasan. Mestinya hukum dengan alat penyelenggara hukum bisa menjangkau dan memproteksi bahkan memberikan efek jera sehingga tidak terjadi lagi tindakan brutal semacam itu, namun hal mana bisa dikatakan “jauh api dari panggang”. Negara dan alat-alat negara tidak melakukan tindakan penanganan yang berarti sehingga tindak kekerasan tak terhindarkan bahkan menelan korban jiwa dan harta benda.

MPH PGI sangat menyayangkan pernyataan Kapolri, Jenderal Sutarman atas peristiwa yang terjadi di Yogyakarta. Seperti diberitakan oleh berbagai media massa (http://www.beritasatu.com/nasional/187576-soal-penyerangan-di-yogyakarta-kapolri-rumah-jangan-jadi-tempat-ibadah.html). Pernyataan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pejabat negara yang bertugas melayani masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dan perundang-undangan yang terjadi di negara. Ini salah satu bukti bahwa alat-alat negara tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika alat negara tidak berfungsi secara baik, maka sudah sepatutnya dilakukan tindakan pembenahan terhadap sistem dan orang yang bertanggung jawab di dalamnya.

MPH PGI juga menyatakan keprihatianan atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agam tertentu. Masyarakat harusnya menghormati hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negara ini. Jangan ada kelompok masyarakat yang melakukan tindakan main hakim sendiri karena hal itu tidak sesuai dengan moralitas dan peradaban masyarakat bangsa kita.

Kami juga menyatakan simpati kepada para korban dan berpesan untuk tetap memberi pengampunan kepada mereka yang telah melakukan tindakan kekerasan. Mari kita sama-sama ciptakan kehidupan masyarakat bangsa yang damai dan saling menghormati sebagai wujud ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

 

Henrek Lokra, M.Si

Kepala Biro LITKOM PGI

 

Baca juga: 

Kapolri Larang Ibadah di Rumah, Dinilai Tak Mengerti Aturan

Menghadapi Kehilangan

Thread Forum JC: Beda Agama Kristen dan Katolik

Ragam Manfaat Mengajar Anak Berenang Sejak Usia Dini

Sumber : pgi.or.id / budhianto marpaung
Halaman :
1

Ikuti Kami