Pengaruh Ejekan dan Olokan terhadap Anak
Sumber: google

Parenting Superbook / 19 May 2014

Kalangan Sendiri

Pengaruh Ejekan dan Olokan terhadap Anak

Zakarias Feoh Official Writer
3734

Selalu ada dampak perkataan terhadapa setiap orang, baik itu perkataan positif maupun negative.  Oleh sebab itu, sebaiknya berhati-hati memilih dan menggunakan setiap kata-kata. Nasehat orang bijak, baiknya pikirkan apa yang harus dikatakan  sebelum berkata-kata.   Bagaimanapun orang seringkali menilai seseorang bijak atau tidak, berkualitas atau tidak tergantung kata-kata yang keluar dari mulutnya. 

Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, kadangkala orang memberi motifasi dengan mengejek atau meperolok.   Hal ini seringkali dialami oleh anak-anak, baik dilakukan oleh orang tua, saudara sekandung, paman dan orang lainnya.  Mungkin tidak bermaksud mengejek atau memperolok tetapi yg dimengerti oleh seorang anak adalah ejekan dan olokan.  Atau ejekan dan olokan bermaksud untuk memotifasi anak agar lebih maju.   Pertanyaannya, apa dampak atau akibatnya bagi anak.   Dampak secara umum adalah anak akan merasa minder, tentunya ini berdampak secara langsung pada perkembangan jiwa dari anak. 

Aliktab, memberi peringatan kepada kita tentang setiap perkataan. Amsal 12:18, "Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang."

Hal-hal yang perlu diperhatikan orang tua bagi anak-anaknya sejak masih kecil, ini akan menjadi ukuran bagi anak untuk menghadapi kemungkinan mendapat ejekan atau olokkan. 

a.  Idealnya sebelum anak-anak masuk ke sekolah kira-kira 4, 5 tahun pertama dalam kehidupannya, anak itu mendapatkan kasih sayang yang kuat dari orang tuanya dan menerima tanggapan-tanggapan positif dari orang tuanya tentang keberadaan dirinya. Sehingga waktu dia masuk ke kancah sekolah pada usia 5, 6 tahun, sedikit banyak dia sudah menerima bekal dari orang tua yang mengatakan kepada dirinya bahwa dia adalah seorang manusia yang berharga. Dengan bekal itulah dia memasuki pergaulan sosial yang lebih luas daripada di rumah, yakni di sekolah.

b. Yang berbahaya adalah kalau anak tidak mendapatkan bekal dari orang tua, dia justru sering merasa dirinya tidak berharga karena tidak dikasihi, kurang diperhatikan. Kalau di sekolah mendapatkan ejekan-ejekan yang menyakiti hati seperti itu, itu benar-benar menjadi suati vonis kebenaran bahwa dirinya adalah memang seperti hewan, seperti babi, seperti kerbau, dan sebagainya. Akhirnya konsep dirinya langsung terpengaruh oleh label-label yang telah diterimanya dari teman-temannya itu.

c.  Biasanya anak akan malu sekali karena ditertawai oleh teman-teman, selain dari malu anak juga merasa sakit hati.

Anak-anak cenderung untuk takut sekali bercerita kepada orang tua, kalau orang tua itu bersikap dua ekstrim:

a.  Anak akan takut dan enggan bercerita kalau orang tua tidak menunjukkan perhatian. Mereka akan berpikir daripada bercerita orang tua tidak menanggapi, lebih baik dia tidak usah bercerita.

b. Orang tua yang terlalu protektif juga bisa memadamkan keinginan anak untuk bercerita kepadanya, karena seolah-olah orang tuanya itu seperti Srikandi atau pendekar. Si anak tahu kalau saya cerita, mama akan datang ke sekolah seperti pendekar membawa pedang dan akan siap membabat anak-anak yang mengejek saya. Dia akan ketakutan sebab dia takut masalahnya bertambah runyam.

Ada orang tua yang memberi tekanan bahwa bagaimanapun juga anak ini adalah karunia Tuhan jadi diciptakan oleh Tuhan suatu ciptaan Tuhan yang pasti akan dihargai oleh Tuhan sendiri. Inilah yang perlu kita komunikasikan kepada anak dan yang penting sejak kecil orang tua memang harus mempunyai komunikasi yang akrab.  Biasakan dan ajaklah anak-anak untuk bercerita tentang apa saja yang dialaminya.   Ini akan menolong ketika anak bergaul atau bermain dengan teman-temannya.  Waktu anak mengalami ejekan atau olokkan maka dia akan bercerita.  Kesempatan inilah yang dapat digunakan oleh orang tua untuk memberi pengertian atau motifasi agar anak  bisa menghadapi segalasesuatunya dengan berani. 

 

 

Sumber : sabda org, berbagai sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami