Djuniman lahir dari keluarga kurang berada. Sejak kecil ia harus membantu orangtua berjualan. Setiap pergi sekolah, ia membawa sejumlah makanan untuk dijual di kantin sekolahnya. Begitu waktu pulang tiba, ia memberikan hasil sisa jualan dan uang kepada ibunya. Tidak ada satu pun teman yang mengetahui kerja sampingannya karena jualan ibu yang ia bawa selalu ia titipkan ke pedagang kantin pada saat sekolah masih kosong.
Beranjak remaja, obsesinya memiliki banyak uang semakin besar. Jalan mewujudkan itu terbuka juga setelah ayahnya memarahi pada suatu kesempatan. Dengan menjalankan profesi sebagai mucikari, uang mengalir deras masuk ke kantong pribadinya. Berhasil dalam bidang ekonomi, ternyata juga beriringan selaras dengan urusan asmara. Setelah melalui masa pacaran beberapa waktu lamanya, Djuniman akhirnya menikah dengan perempuan idamannya.
Awalnya tidak ada masalah dengan rumah tangga Djuniman dan istri. Seorang anak bakal hadir di tengah-tengah mereka. Namun berjalan waktu tepatnya saat sang istri meminta dia menghentikan profesinya sebagai mucikari dan ditolak, benih keretakan rumah tangga diantara mereka muncul. Tanpa sepengetahuan Djuniman, sang istri akhirnya pergi dari rumah.
Hidup sebagai pria lajang yang mengasuh seorang anak sangatlah sulit. Oleh sebab itu, dengan berat hati, Djuniman menitipkan puterinya ke saudara yang sudah menikah.
Setelah sempat terhambat berakitivitas, Djuniman kembali bersemangat bekerja. Walau sudah tidak menjadi mucikari, bekerja di klub malam tetap menjadi incarannya. Ia pun diterima di sebuah klub malam dan dalam hitungan beberapa tahun, jabatan manajer pun berhasil disandangnya.
Biarpun sudah memiliki penghasilan besar, Djuniman tetap saja merasa kekurangan. Demi meraup lebih banyak uang lagi, ia melakukan sambilan yakni sebagai pengedar narkoba. Sekali, dua kali, usaha menjual narkoba sukses dijalani. Akan tetapi, diawali razia kepolisian, aktivitasnya terhenti dan ia harus mendekam di penjara beberapa waktu lamanya.
Selesai menjalani hukuman, Djuniman keluar dari LP. Namun hari menghirup udara segar cuma sesaat sebab untuk kali kedua ia ditahan. Lagi-lagi karena narkoba. Karena dianggap sebagai tahanan kambuhan, kali ini hukumannya diperberat menjadi empat tahun. Ketika menjalani hukuman, suatu hari ia mendapat kunjungan dari orang yang tidak diduga-duga, yaitu istrinya.
Namun bukannya suasana kemesraan yang terjadi, sang istri justru menuntut cerai darinya. Hancur sudah perasaan Djuniman mendengarkan itu. Lepas pertemuan singkat tersebut dan kembali ke sel, pikirannya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan. Ia tidak habis pikir mengapai itu bisa terjadi kepada dirinya. Pusing dengan kenyataan, sebuah lagu rohani yang pernah didengarnya tiba-tiba terlintas di pikirannya.
Merasa dikuatkan dengan lagu tersebut, lagu itu terus didendangkannya ketika seorang diri. Keesokan hari, di kala semua teman selnya sudah tertidur, ia mendapat sebuah pemandangan. Di hadapannya, ia melihat sesosok tubuh penuh sinar terang. Sosok itu berdiri di depannya dan mengajaknya untuk segera kembali pada sosok tersebut. Selesai mengatakan saatnya bertobat, sosok itu pun hilang dari hadapannya.
Heran dengan apa yang dialami, Djunaedi pun memikirkannya semalam-malaman. Keesokan hari, dengan buru-buru ia pun menghadiri sebuah persekutuan rutin yang ada di LP dimana ia berada. Selepas ibadah, ia menanyakan kepada salah satu pelayan ibadah mengenai peristiwa belum lama ini ia alami. Lewat salah satu pelayan ibadah itulah ia mengetahui bahwa sosok yang ia lihat dan mengajaknya bertobat adalah Yesus.
Lewat perenungan semalam-malaman, Djuniman mengambil keputusan penting dalam hidupnya yakni bertobat dan berkomitmen untuk hidup sesuai firman Tuhan. Sesudah memutuskan dan menjalani hidup baru, ia akhirnya mengerti kalau uang bukanlah segala-galanya supaya ia bisa diterima dan diakui orang lain.
Walaupun sekarang hidup pas-pasan, Djuniman tidak pernah menyesali keputusan menjadi pengikut Kristus karena di saat-saat sulit yang ia alami, ia justru dapat melihat keajaiban Tuhan Yesus.
Sumber Kesaksian :
Djuniman