 
				
								
							 
									 
					Menghukum ‘harus’ dilakukan selanjutnya cukup mengancam, tidak perlu dan  tidak harus selalu menghukum. Jadi misal anak nakal, dulu kita pukul  pantatnya, sehingga sakit, maka selanjutnya kita cukup berkata: “Kalau  nakal terus Papa pukul nanti pantatmu”  Anak tidak suka dipukul, jadi  dengan berkata begitu saja, besar kemungkinan anak akan berhenti berbuat  salah atau menyadari kesalahannya.  Jadi jangan buru-buru menghukum,  jangan terbiasa menghukum, jangan asal menghukum dan jangan langsung  menghukum.
 
Saya menjumpai kasus-kasus dimana anak dikurung di  kamar mandi, malah keasyikan main air. Anak dikurung di gudang, malah  menghabiskan makanan di gudang dan tidur pulas di gudang.  Anak dipukul  pantatnya dan berlari sambil menggoyang-goyangkan pantatnya sambil  berkata :”He nggak apa ... apa ... nggak apa ... apa”  Ini terjadi  karena terlalu sering dihukum, sudah over dosis.
 
Contoh:   Misalnya anak bermain dan tidak merapikan mainannya, maka pertama  berikan dia ajaran atau nasehat; “Sayang ... kalau habis bermain  dirapikan ya sayang”  Jika dia tidak melakukan mungkin dia tidak  mengerti maka bisa diberikan contoh atau diajak sama-sama merapikan   “Sayang kalau habis bermain... mainan dirapikan ya .. nih mama ajari”   Jika berulang ulang tidak merapikan, kita bisa menghukumnya. Hukuman  dilakukan hanya untuk  awal-awal saja mendisiplin anak  dan selanjutnya  ‘mengancam’. 
Lakukan hukuman, misal pukul pantat satu atau dua kali saja dalam hidup ini, selanjutnya gunakan ‘hukuman’ yang telah dilakukan untuk ‘mengancam’.
>>>>
by. Ir. Jarot Wijanarko