 
				
								
							 
									 
					Kita semua tentu setuju bahwa anak-anak adalah karunia berharga dari Tuhan. Sebagai orang-tua kita diberi mandat untuk membentuk karakter anak bertumbuh menjadi manusia yang berguna  bagi kemuliaan Tuhan. Mendidik anak tidak mengenal batas waktu, dimulai  sejak anak kita lahir. Mendidik anak-anak dimulai dengan membentuk  karakter dan moral mereka.  Kita mengajari mereka disiplin dan  membiasakan mereka ber-etiket, yang dimulai dari hal-hal yang sederhana :  Mengucapkan terima kasih, meminta maaf dan membiasakan mereka menyapa  orang dengan kata-kata salam dan tersenyum manis.  
 
Khusus menerapkan suatu disiplin, sebagai orang tua ketika mendidik  anak-anaknya perlu sikap ketegasan, tetapi ketegasan ini tidak selalu  bersifat kekerasan. Banyak orang menganggap bahwa cara untuk mendisiplin  seorang anak adalah dengan menggunakan rotan atau dengan kata-kata yang  keras. Tetapi kata-kata keras sering mempunyai konotasi kasar. Mungkin  hal itu bisa berhasil, tapi cara disiplin seperti itu bisa menimbulkan  luka batin di hati anak-anak kita. 
Akibatnya bukan rasa disiplin yang  tumbuh dalam diri mereka tetapi hanya rasa takut (takut dipukul, takup  diomeli, dsb), hal demikian mungkin bisa menimbulkan jiwa pembrontakan  atau gangguan emosi lainnya yang ditumpahkan ketika mereka merasa cukup  kuat untuk memberontak.  Rasul Paulus mengajarkan bahwa para orang tua  perlu sekali untuk menjaga hati anak-anaknya nya demikian : "Dan  kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu,  tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan" (Efesus 6:4). 
 
Tetapi bagaimana dengan tinjauan ayat lain di Alkitab? bukankah ada tertulis  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Memang seolah-olah ayat tersebut memberikan "licence  memukul" untuk mendidik anak. Tetapi dengan referensi Alkitab pula kita  diberitahu bahwa tongkat tidak selalu berarti tongkat. Bahwa tongkat ini  bukan hanya berbicara tentang sepotong kayu saja.  Contohnya : Tongkat  Musa adalah tongkat gembala; kemanapun Musa berjalan selalu ada tongkat  di tangan, apalagi mengingat Musa adalah seorang gembala domba. Sebagai  pemimpin bangsa Israel Musa berjalan dengan tongkat sebagai lambang  hadirnya kuasa Allah. Dan seringkali kita melihat dalam dunia militer,  seorang komandan berjalan dengan tongkat sebagai tanda adanya suatu  kuasa di pundaknya. Maka, ada tongkat kuasa, adapula komando. Jadi  tongkat dalam ayat tersebut juga berbicara tentang kuasa. 
Bukan kuasa Musa, bukan kuasa dari tongkat itu saja, tetapi tongkat ini adalah lambang dari kekuasaan Allah. Kuasa Allah itulah yang dipakai oleh Musa. Angkatlah tongkatmu, maka tongkat berbicara tentang kuasa Allah. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa Amsal tersebut juga berbicara tentang pimpinan Kuasa Allah untuk kita dalam mendidik anak-anak kita .
Yesus berkata dalam Kisah 1:8: "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu...". Maka jelaslah bagi kita dalam mendidik-pun anak-anak kita perlu pimpinan Roh Kudus sebagai kekuatan, ini adalah kuasa yang Tuhan berikan kepada kita.
*) SarapanPagi Biblika >>>>
Sumber : google