Pendidikan anak telah didasari sejak berabad-abad yang lampau. Sekolah Minggu juga telah ada sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu, namun masih ada keluhan dari orang mengenai keseriusan penanganan pendidikan anak.
Masalah-masalah yang sering muncul adalah berhubungan dengan Sumber Daya Manusia, yakni guru anak Sekolah Minggu, antara lain: [4]
- Gereja masih sangat kewalahan mencari guru Sekolah Minggu
- Adanya guru yang mengundurkan diri dari pelayanan setelah menikah atau pindah kota setelah menyelesaikan kuliahnya
- Kualitas guru yang selalu yunior karena terus berganti dengan orang baru sehingga adaptasi dan pengenalan kepada anak masih kurang
- Sarana dan prasarana mengajar yang masih kurang
- Guru yang kurang kreatif dalam memilih metode mengajar dan alat bantu yang menarik bagi anak namun murah/terjangkau. Ini terjadi karena banyak gereja kurang memperhatikan pentingnya pembinaan bagi guru anak/Sekolah Minggu.
Sebenarnya melalui PGI dan konferensi-konferensi, sudah lama para pemimin berusaha menyadarkan jemaat-jemaat akan pelayanan Sekolah Minggu. Ini dikarenakan bahwa Sekolah Minggu adalah sebagai bagian integral dari rencana asuhan Kristen gereja. Namun, dalam kenyataannya menunjukkan bahwa gereja belum sepenuhnya memahami peranan dan tanggung jawabnya atas pendidikan agama Kristen bagi anak-anak. Hal itu tampak dari kenyataan-kenyataan berikut ini:[5]
1. Masih kurang perhatian/tanggung jawab gereja terhadap pelayanan anak Sekolah Minggu terlihat belum tergambarnya pelayanan Sekolah Minggu dalam struktur yang jelas di beberapa gereja.
2. Di beberapa gereja lainnya kedudukan pelayanan Sekolah Minggu sudah tergambar dalam struktur tapi belum efektif dalam gerak operasionalnya.
3. Di beberapa gereja belum ada kurikulum yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelayanan anak-anak. Di beberapa gereja lainnya sudah ada kurikulum yang dibuat sendiri-sendiri tapi yang belum seluruhnya mengacu pada pendidikan anak yang sebenarnya.
4. Jumlah tenaga pelayan anak Sekolah Minggu yang tidak seimbang dengan jumlah murid yang dilayani. Di samping itu, kualitas pelayan, baik edikasi maupun kemampuan yang terbatas.
Bila masalah-masalah ini kurang diperhatikan oleh gereja/pelayan maka akan menimbulkan keadaan yang asal jalan. Sebagian orang mengatakan jangan dituntut terlalu banyak dari guru Sekolah Minggu, ada yang mau mengajar saja sudah syukur. Sikap ini bisa menjadi semacam penyakit yang makin menggerogoti keberadaan pendidikan anak, sehingga pelayanan semakin parah. Oleh karena itu, pelayanan seharusnya dijalankan sebaik-baiknya, guru harus bersikap profesional bukan dalam arti digaji, namun berarti serius, sungguh-sungguh, bertanggung jawab, berusaha semaksimal mungkin dan rela berkorban. Memiliki motivasi utama, yaitu jiwa pengabdian dan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.
Di samping itu, gereja harus memperlengkapi guru-guru Sekolah Minggu untuk memacu perkembangan pengajaran para anak didik. Sebenarnya syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru Sekolah Minggu adalah:[6]
Dalam pendidikan anak perlu dipahami dan dikenal dengan psikologi perkembangan bahwa manusia berkembang dari janin, kanak-kanak menjadi dewasa hingga lanjut usia. Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan di dalam dunia, dan pada usia dini ini anak memandang ke masa depan dalam pertumbuhannya. Masa anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian, yakni bayi (0-2 tahun), anak kecil (3-6 tahun), anak tanggung (7-9 tahun), anak besar (9-12 tahun). Masing-masing kelompok usia memiliki ciri dan tugas perkembangan tertentu. Sumbangan-sumbangan psikologi perkembangan tentang ciri dan tugas perkembangan suatu kelompok usia sangat berguna dalam pelaksanaan pendidikan anak, yakni dalam menentukan kebutuhan, materi, proses belajar-mengajar, metode dan suasana yang ditimbulkan dalam pendidikan anak.
Sumber : google