Ibu Bermata Satu

Kata Alkitab / 13 February 2014

Kalangan Sendiri

Ibu Bermata Satu

eva Official Writer
6603

Ibuku hanya memiliki satu mata.

Aku membencinya. Dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan.

Dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah untuk menopang keluarga. Ini terjadi pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar dan ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan ini padaku? Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya.

Keesokan harinya di sekolah

"Ibumu bermata satu? ejek seorang teman. Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.

Jadi kemudian aku katakan pada ibuku, "Ma, kenapa engkau hanya memiliki satu mata? Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang, kenapa engkau tidak segera mati saja?

Ibuku diam tak bereaksi.

Aku merasa tidak enak, namun di saat yang sama, aku rasa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini. Mungkin ini karena ibuku tidak pernah menghukumku. Akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.

Malam itu, aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Ibuku sedang menangis di sana terisak-isak, mungkin karena khawatir akan membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya.

Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses.

Kemudian aku tekun belajar. Aku tinggalkan ibuku dan melanjutkan studiku ke Singapura. Kemudian aku menikah. Aku membeli rumahku dengan jerih payahku dan memiliki anak-anak. Sekarang aku tinggal dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggalku karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.

Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar ketika Ibuku datang menjengukku.

“Apa? Siapa ini?”

“Ini adalah ibuku.”

Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.

Aku bertanya padanya, "Siapa kamu? Aku tidak mengenalmu! Kukatakan seolah-olah itu benar. Aku memakinya, "Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! 

“Keluar dari sini!”

“Sekarang juga!”

Ibuku hanya menjawab, "Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat." 

Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku.

Oh syukurlah dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir atau akan memikirkannya lagi dan akupun menjadi merasa lebih lega.

Suatu hari, sebuah undangan menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku di Singapura. Jadi, aku berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu merupakan rumahku. Hanya sekedar ingin tahu saja.

Di sana, aku mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak melihatnya  mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat ditangannya dan itu untukku.

"Anakku,

Aku rasa hidupku cukup sudah kini dan aku tidak akan pergi ke Singapura lagi.

Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu.

Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah. Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi engkau.

Dan aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.

Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu…

Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa marah dengan apa yang kau pernah kau lakukan walaupun beberapa kali engkau memarahiku.

Aku berkata pada diriku, 'Ini karena ia mencintaiku.'

Kadang-kadang kita tidak mengerti seberapa besar pengorbanan orangtua kita selama kita hidup, terlebih lagi Tuhan. Kita bahkan sering menyalahkan Tuhan atas masalah yang menimpa kita. Namun, tanpa kita sadari bahwa Tuhan sebenarnya sedang memproses hidup kita menjadi lebih baik karena Dia sangat mencintai kita.

 

Sumber : www.klinikrohani.com
Halaman :
1

Ikuti Kami