Jatuh cinta memang proses psikologis yang wajar. Namun apa jadinya kalau hal itu terjadi pada anak kita, yang notabene masih bau kencur? Kitapun jadi was-was. Bagaimana kalau mereka pacaran kelewat batas? Bagaimana dengan sekolah mereka, nanti terlantar ga ya? Pikiran-pikiran seperti itu memang wajar ada. Lantas, apa yang harus dilakukan?
Sediakan Waktu. Dalam membicarakan hal jatuh cinta kepada anak ataupun masalah pelik lainnya, kita harus punya waktu untuk komunikasi. Sesibuk-sibuknya kita, jika kita komitmen, maka waktu bisa disediakan.
Cari Kegiatan. Kegiatan ini yang bisa dilakukan bersama dan dengan senang hati, baik oleh orangtua maupun anak. Ini tentu lebih positif dan bermanfaat daripada mengekang sang anak.
Jadi Teman Baginya. Panggilan kita bukan hanya menjadi orangtua, imam dalam keluarga, tetapi juga menjadi teman bagi anak, terutama anak kita telah menginjak remaja. Anak remaja justru membutuhkan pendampingan yang lebih lekat dan intim dari orangtua, karena masa-masa itu mereka bergejolak secara luar biasa. Tubuhnya mulai besar, hormon seksualnya mulai berkembang, anak perempuan mulai mengalami menstruasi dan anak lelaki mimpi basah. Mereka merasa jiwa mereka belum matang, bahkan sedang mencari identitas diri dengan mencari banyak figur untuk dijadikan idola. Mereka pun dipengaruhi oleh teman-teman yang bukannya tak mungkin ada yang mulai pacaran, merokok, bahkan narkoba.
Ambil Langkah Bijaksana. Dampingi anak dengan menjadi sahabat mereka. Jika mereka bercerita tentang ‘pacarnya’ dengarkan dengan simpati dan beri komentar atau nasihat sebagai sahabat. Dengan demikian anak-anak tetap bercerita tentang hubungannya dengan ‘pacar’ tersebut. Dampingi mereka, saat mereka nonton atau hang out ke mall. Beri peraturan, misalnya boleh pergi dengan orang yang mereka cintai, tetapi tidak boleh berduaan saja, harus ramai-ramai dengan teman-teman yang lain atau bersama kita sebagai orangtua. Boleh jatuh cinta, tapi tidak berpacaran dalam arti pergi berduaan atau di rumah berduaan saja. Jika marah dan melarang anak, anak justru jadi tertutup sehingga diam-diam berpacaran. Ini justru lebih berbahaya.
Ajarkan Tentang Pacaran. Bisa melalui pengalaman pribadi kita sebagai orangtua, bagaimana jatuh cinta, menemukan jodoh dengan berdoa pada Tuhan dan baru melangkah pacaran dengan menjaga kekudusan. Dengan menjadi sahabat, maka ketika mereka putus, anak bisa menceritakannya kepada kita.
Jadilah Informan Handal. Orangtua harus menjadi sumber informasi pertama dan utama bagi anak-anak, karena informasi dari luar, dari internet, teman, dan pergaulan bisa-bisa tidak sesuai Firman Tuhan. Ada beberapa pertanyaan yang biasanya anak tanyakan : Lantas bagaimana tahunya si dia jodoh dari Tuhan? Sebaiknya kapan mulai pacaran? Bagaimana tahunya kalau seseorang itu takut akan Tuhan? Batas-batas pacaran yang bagaimana yang sesuai dengan kehendak Tuhan? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu berpatokan pada Firman Allah.
Tidak mudah menjadi orangtua bagi anak remaja, tetapi jika kita bisa tetap terus menjaga hubungan, komunikasi dua arah yang lancar, anak merasa aman karena kita bijaksana (tidak mudah marah dan curiga), bijaksana dengan cepat mendengar dan lamban berkata-kata, maka kita akan mengawal mereka dan jadi sahabat bagi mereka.
by Jarot Wijanarko dengan disunting seperlunya