Kisah Nyata Wanita yang Dipaksa Bunuh Janinnya Sendiri

Family / 9 July 2013

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Wanita yang Dipaksa Bunuh Janinnya Sendiri

Yenny Kartika Official Writer
42462

Feibe Justin adalah wanita yang tidak memiliki hubungan baik dengan ibunya. Sikap egois ibunda Feibe membuat wanita ini harus menerima jodoh yang dipilihkan ibunya, padahal Feibe sudah memiliki pacar. Sebagai bentuk pemberontakannya kepada ibu, Feibe nekad melakukan hal terlarang: berhubungan seks dengan pacarnya.

Gejolak asmara yang dirasakan Feibe dan kekasihnya rupanya hanya bertahan seumur jagung. Tak lama berselang, Feibe menemukan bahwa kekasihnya telah berpaling hati ke wanita lain. Saat Feibe bertanya, pacarnya hanya menjawab, “Orangtua kamu tuh gak suka dengan aku.”

Feibe jelas stress. Pacarnya mencampakkan dia dengan begitu mudahnya. Tak menemukan jalan keluar, Feibe pun melarikan diri pada minum-minuman keras. Dengan mabuk, dia bisa sejenak melupakan peliknya persoalan hidup.

Dalam keadaan mabuk itulah Feibe tidak menyadari bahwa dirinya dibawa ke sebuah kamar. Di situlah Feibe dinodai. Saat Feibe sadarkan diri, rupanya laki-laki yang menodai dirinya adalah temannya sendiri. Hati Feibe sungguh terluka.

Hubungan-hubungan seks yang telah ia lakukan membuat Feibe hamil. Dalam kondisi serba bingung dan hilang arah, Feibe hanya memikirkan satu solusi untuk hidupnya, yaitu menggugurkan janin yang ada di kandungannya.

Namun saat dia hendak menggugurkan sang jabang bayi, bimbang dan ketakutan merasuki pikirannya. “Bayi ini hidup. Dia harus keluar dengan normal,” kata Feibe. Tetapi si nenek dukun beranak tetap gigih menyuruh Feibe agar bayinya digugurkan.
Hati Feibe berkecamuk. Feibe sempat mendengar tangisan bayi saat telah dikeluarkan si nenek. Dia disuruh menginjak-injak janin tersebut dengan kaki kanannya. Feibe telah menjadi pembunuh darah dagingnya sendiri.

Semenjak kejadian itu, hidup Feibe dihantui ketakutan. Di manapun dia berada, Feibe sering merasakan ada mata yang menatap dia. Pernah, suatu kali dia sedang berada di kamar mandi, dan Feibe merasakan jelas bahwa ada sepasang mata yang mengikuti dan mengawasi dia. Feibe panik, berteriak, lalu lari keluar kamar mandi.

Di tengah ketakutan dan kepedihan hati atas peristiwa traumatis baru dialaminya, Feibe akhirnya memutuskan untuk pergi ke Jakarta. “Kehidupan saya bukannya bertambah baik. Saya makin masuk ke dalam dunia yang tidak benar,” tutur Feibe. “Saya terus mencari orang yang mengasihi saya.”

Feibe memulai babak kehidupan yang baru: menjalin hubungan dengan pria yang sudah beristri. “Saya menjadi wanita piaraan selama 17 tahun hanya untuk membalas sakit hati saya,” kata Feibe. Namun, kisah cinta ini harus berakhir karena sang pria sakit dan meninggal dunia.

Berharap bisa menemukan penghiburan, Feibe pun pergi ke Bali. Di sini, dia mendapatkan pengalaman yang tidak akan pernah ia lupakan.

Suatu sore, kaki Feibe tidak sengaja menginjak besi yang membuatnya kesakitan, dan akhirnya ia berjalan terpincang-pincang. Namun justru luka di kaki itulah yang menggiringnya kepada suatu keajaiban.

Kemudian Feibe pergi ke sebuah wartel untuk menelepon temannya. Namun, ia tak menduga bahwa sebuah peristiwa menggemparkan terjadi saat itu. “Tiba-tiba ada bunyi yang sangat besar. Meja itu terangkat. Orang-orang berkata, ‘Ada bom, ada bom!,” kenang Feibe.

Ternyata peristiwa itu adalah tragedi Bom Bali I. Pada saat bom Bali itu terjadi, seharusnya Feibe sedang ada di Sari Club (tempat pengeboman terjadi). “Kalau pada saat itu kaki saya tidak terpelecok dan tidak pincang, saya mungkin akan pergi ke sana,” kata Feibe.

Feibe akhirnya luput dari peristiwa Bom Bali itu, dan ia kemudian bergabung menjadi sukarelawan untuk menolong para korban.

Sebuah pernyataan dari salah satu korban menusuk hati Feibe. “Orang itu bilang, ‘Saya tidak butuh Tuhan!’”. Di situ hati Feibe tersentak, Tuhan, ada orang yang hidupnya sudah di ujung maut, tetapi dia menolak Tuhan. Peristiwa itu sangat berkesan dalam hidup Feibe, dan ia bersyukur masih diberikan kesempatan untuk hidup.

Akhirnya, Feibe bertemu dengan seorang pria  yang kemudian menjadi suaminya. Tak berselang beberapa lama, mereka mengikuti sebuah pertemuan yang berdampak luar biasa bagi hidup Feibe. “Tuhan begitu mengasihi saya. Dia tidak menginginkan yang najis di dalam hidup saya untuk terus ada. Tuhan mau saya terbuka. Saya akui segalanya, dan Tuhan itu adil. Dia mengampuni segala dosa saya dan mau menerima saya apa adanya.”

“Kehidupan saya yang bagaikan kain kotor telah diubahkan-Nya menjadi putih,” ucap Feibe.

Pada kesempatan lain, Feibe akhirnya mengakui aib masa lalunya, yakni aborsi, kepada suaminya. “Rasanya saya tidak mampu menceritakannya namun saya berkata kepada suami saya, saya akui itu karena Tuhan tidak mau ada sisa-sisa yang tidak berkenan. Dan setelah saya akui semua itu, saya merasakan damai sejahtera Allah setiap saat melingkup hati saya.”

Setelah merasakan kesejukan dalam batinnya, Feibe akhirnya mampu mengampuni semau orang yang telah melukai hatinya. Ia pun telah bebas dari rasa takut yang sering menghantuinya. Kini, Feibe dan sang suami dapat menikmati hidup dengan bahagia.

“Kehidupan saya pun Tuhan ubahkan. Saya bisa benar-benar hanya mengandalkan Tuhan. Tadinya, saya hidup dengan mengandalkan manusia, tetapi Tuhan buat supaya benar-benar hanya Dia-lah sandaran hidup saya,” pungkas Feibe.



Sumber Kesaksian:
Feibe Justin

Sumber : V130709222417
Halaman :
1

Ikuti Kami