Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Matius 19:6 TB)
Saat menulis artikel ini penulis diingatkan akan sebuah cerita dimana raja Salomo sedang mengadili dua orang ibu yang sedang memperebutkan seorang anak. Raja Salomo memberikan keputusan sebagai berikut, "Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia; dia itulah ibunya (1 Raja-Raja 3:16-27). Kisah ini menunjukkan akan kebijaksanaan raja Salomo bahwa seorang bayi yang utuh tidak pernah dapat dibagi menjadi dua, karena kalau hal ini terjadi, bayi tersebut pasti mati - kehidupan berakhir! Demikian juga dengan pernikahan yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan oleh manusia (Markus 10:9). Karena jika apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tersebut secara paksa dipisahkan oleh manusia menjadi dua bagian, maka kehidupan rumah tangga itu akan berakhir. Jika ini terjadi maka cinta dilubuk hati akan berakhir dan berganti dengan kebencian, kemarahan, kepahitan yang pada akhirnya akan menimbulkan keinginan untuk saling menghancurkan.
Mari kita merenungkan dengan membaca secara perlahan-lahan kutipan ayat diatas sekali lagi. Hal apa yang anda dapatkan saat anda membaca dan merenungkan Firman yang tertulis diatas? Bukankah anda membaca "Mereka Bukan Lagi Dua, Melainkan Satu", yang segera disusul dengan satu kesimpulan yang mengatakan, "Karena Itu, Apa Yang Telah Dipersatukan Allah, Tidak Boleh Diceraikan Manusia"? Siapa yang mempersatukan kedua mempelai pria dan wanita tersebut dalam pernikahan yang kudus? Kita semua tahu jawabannya, yaitu Tuhan. Karena Tuhan yang mempersatukan, maka manusia tidak mempunyai hak sedikitpun juga untuk menceraikan apa yang telah dipersatukan Tuhan tersebut. Karena Tuhan yang mempersatukan mereka maka Tuhan pulalah yang sesungguhnya berhak memisahkan mereka dan Tuhan menetapkannya sebagai berikut yaitu, jika salah satu pasangan meninggal maka yang lain bebas dari hukum yang mengikat mereka dan hal yang kedua yang membebaskan pasangan ini dari hukum yang mengikat adalah jika salah satu pasangan mencemarkan ranjang pernikahan mereka melalui perzinahan.
Apakah anda dapat melihat lebih dalam lagi pada saat anda merenungkan pernyataan, "Mereka Bukan Lagi Dua, Melainkan Satu"? Bukankah beban hidup terasa lebih berat jika dipikul seorang diri dan lebih ringan jika dipikul berdua (Pengkotbah 4:9-10)? Permikahan yang bukan berlandaskan kasih akan membuat tuntutan dalam kehidupan pernikahan itu, dimana tuntutan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan peribadi, seperti layani akau, bahagiakan aku, penuhi seluruh kebutuhanku dan tuntutanku. Bukankah sebenarnya anda sedang memisahkan apa yang telah dipersatukan Tuhan dengan memusatkan perhatian pernikahan anda pada kebutuhan anda seorang diri? Bukankah dengan demikian anda sedang menaruh beban berat diatas pundak pasangan hidup anda? Jika anda tidak merasakan beban itu, hal ini disebabkan karena pasangan hidup anda sedang memikul beban yang anda letakkan dipundaknya seorang diri. Dengan demikian saya ingin bertanya, apakah anda sebetulnya mengerti apa yang dimaksudkan mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Jika anda sungguh-sungguh mengerti makna ayat yang tersebut diatas, maka anda akan mengerti bahwa fokus dalam pernikahan bukanlah bersifat egosentris, dimana anda hanya memikirkan diri anda seorang diri tanpa peduli terhadap pasangan hidup anda, hidup secara egois.
Pada saat anda mengerti makna "Mereka Bukan Lagi Dua, Melainkan Satu", maka pola anda berpikir akan berganti dari egosentris menjadi lebih mendahulukan kepentingan pasangan hidup anda. Jika masing-masing saling mendahulukan kepentingan pasangan hidupnya, maka anda dapat menikmati kehidupan harmonis dalam pernikahan anda, karena tujuan anda untuk menikahi pasangan hidup anda adalah untuk saling berbagi beban hidup dan saling berbagi kasih sampai maut memisahkan anda. Amin.
Penulis
Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California
www.rccla.org
Sumber : Rev.Dr. Harry Lee, MD.,PsyD