Kehidupan Pernikahan Yang Bahagia
Sumber: Google

Marriage / 12 December 2013

Kalangan Sendiri

Kehidupan Pernikahan Yang Bahagia

Puji Astuti Official Writer
7311

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Matius 19:6 TB)

Dalam pernikahan Tuhan mempersatukan pria dan wanita menjadi satu kesatuan sehingga apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia. Pasangan ini disebut sebagai suami - istri dan dari mereka dituntut komitmen satu dengan yang lainnya. Suami harus mempunyai komitmen terhadap istrinya sebagai satu-satunya wanita yang dikasihinya dan tidak ada wanita lain selain istri yang dikasihinya sampai maut memisahkan mereka. Istri harus mempunyai komitmen terhadap suaminya sebagai satu-satunya pria yang dikasihnya dan tidak ada pria lain selain suami yang dikasihinya sampai maut memisahkan mereka.

Mengingat dua orang yang dibesarkan dari dua keluarga yang berbeda dengan sifat yang berbeda, pertanyaan yang sering timbul adalah apakah mungkin mereka hidup bahagia? Kebanyakan pasangan khususnya wanita menanyakan kepada calon suaminya sebelum menikah apakah engkau sanggup membuat aku hidup bahagia selama aku hidup bersama engkau? Ini adalah suatu pertanyaan yang salah karena kasih tidak pernah menuntut tapi memberi dan pertanyaan yang salah akan menghasilkan jawaban yang salah juga. Pernikahan bukanlah mengenai bagaimana menyenangkanku (berpusat pada diri sendiri yang disertai dengan tuntutan yang dapat memberikan tekanan dan beban) tapi bagaimana aku selaku suami dapat mengambil inistiatif untuk menyenangkan engkau istriku dan aku selaku istri dapat mengambil inisiatif untuk menyenangkan engkau suamiku. Pernikahan dapat dinikamati oleh kedua belah pihak jika fokus bukan pada diri sendiri (egosentris) tapi pada pasangan hidup, dimana masing-masing pihak saling mendahulukan kepentingan pasangan hidupnya. Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk saling berbagi beban - ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul karena anda bukan lagi dua melainkan satu (Pengkotbah 4:9-10). Jika pernikahan berpusat pada diri sendiri, maka anda sedang menaruh kuk yang berat pada pasangan hidup anda, sehingga pertanyaan saya menjadi, apakah anda sungguh mengasihi dia? Karena kasih tidak pernah menuntut, tapi memberi. Jika anda sungguh-sungguh mengerti Firman Tuhan bahwa anda bukan lagi dua tapi satu, maka pernikahan tidak mungkin berpusat pada diri sendiri karena hal ini menunjukkan bahwa anda belum bersatu tapi masih dua.

Jika pernikahan berpusat pada  "aku", maka anda menikah untuk dilayani bukan untuk saling melayani, untuk membebani bukan untuk saling berbagi beban, untuk dikasihi dan bukan untuk saling mengasihi, untuk dibahagiakan dimana anda sendiri yang menentukan kategori "bahagia" bagi anda dan anda sendiri yang mendefinisikan "bahagia" menurut ukuran dan tafsiran anda dan bukan untuk saling membahagiakan - bukankah anda dengan demikian sedang menaruh beban yang sangat berat untuk dipikul pasangan hidup anda?  Jika ini terjadi, maka anda dengan mudah akan melemparkan tanggung jawab pada pasangan hidup anda karena persoalan-persoalan sepele dengan mengatakan engkau tidak mampu membahagiakan aku. Apakah ini dapat disebut kasih yang sejati? Apakah ini tujuan anda menikah? Apakah anda menikah dengan robot atau dengan seorang budak yang anda programkan untuk menyenangkan anda, untuk melayani anda, untuk melakukan segala-galanya bagi anda? Apakah anda dapat melihat bahwa pola pernikahan seperti ini tidak pernah dapat menghasilkan keharmonisan dalam rumah tangga anda? Jika anda dapat melihat kebenaran ini, tindakan apakah yang ingin anda ambil untuk dapat mengalami pernikahan yang bahagia - keinginan tanpa tindakan adalah sebuah khayalan, anda harus mengambil tindakan untuk merubah segala sesuatu yang tidak baik dalam kehidupan peribadi anda agar keharmonisan rumah tangga dapat terjamin. Keputusannya terletak pada anda dan kapan anda ingin berubah juga terletak pada anda.

Pernikahan yang tidak terfokus pada kepentingan diri sendiri melainkan pada pasangan hidupnya akan membuahkan kebahagiaan karena masing-masing mempunyai kebahagian tersendiri karena mereka dapat saling menyenangkan dan membahagiankan pasangan hidup mereka. Hal ini tidak terjadi dalam waktu satu malam, tapi melalui komunikasi yang sehat dan terarah sambil mempelajari kesukaan masing-masing dalam mengarungi perjalanan hidup sebagai suami - istri. Kenapa memperhatikan kepentingan pasangan hidup dengan melupakan kepentingan peribadi itu sangat penting? Untuk ini, saya ingin mengajak anda sekalian untuk merenungkan kembali perkaaan "I Love You" yang anda ucapkan saat anda jatuh cinta (baca artikel "I Love You" di tayangkan tanggal 12 September 2013). Gambaran apa yang anda peroleh dari perkataan "I Love You" tersebut? Bukankah dengan mengatakan "I Love You" anda secara sadar mengatakan aku rela berkorban bagimu, aku akan mengutamakanmu lebih dari diri ku sendiri, bukan apa yang menyenangkanku yang aku cari melainkan apa yang menyenangkanmu, hidupku bagimu. Jika ini benar-benar menjadi pusat perhatian dari kedua belah pihak, rumah tangga yang bahagia sedang menunggu anda berdua.

"I Love You" bukanlah merupakah ungkapan kata semata-mata melainkan tindakan yang nyata dalam bentuk perbuatan dengan tujuan untuk menyenangkan serta membahagiakan pasangan hidup. Karena kebahagian pasangannya merupakan kebahagian tersendiri bagi dirinya - inilah kebahagiaan yang sejati itu, yaitu melupakan kepentingan diri sendiri dengan mendahulukan kepentingan pasangan hidupnya. Penulis teringat akan satu cerita yang pernah penulis baca dari sepasang suami isteri yang hidup berbahagia dimana kedua pasangan ini sekalipun hidup dalam kekurangan selalu ingin menyenangkan satu dengan yang lainnya. Suatu saat menjelang Natal, sang suami mengambil keputusan untuk menjual jam tangan peninggalan orang tuanya dan dengan uang hasil penjualan jam tangan tersebut ia ingin menghadiakan perhiasan rambut untuk isterinya yang berambut panjang. Sedangkan sang istri mengambil keputusan untuk memotong rambutnya menjadi pendek dan menjual rambutnya tersebut dan dengan uang yang diperolehnya ia ingin menghadiahkan suaminya rantai arloji untuk jam tangan peninggalan orang tua suaminya. Saat suaminya pulang kerumah, ia sangat terkejut karena rambut istrinya telah menjadi pendek dan saat istrinya menemukan kenyataan bahwa jam tangan peninggalan orang tua suaminya telah dijual juga menjadi sangat terkejut. Kedua pasangan ini akhirnya menyadari bahwa mereka bukan hidup untuk diri mereka sendiri, karena fokus mereka adalah mereka hidup untuk membahagiakan pasangan hidup mereka masing-masing, namun mereka belajar satu hal, yaitu untuk hidup berkomunikasi.

Komunikasi merupakan landasan yang sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan pasangan hidup masing-masing; komunikasi merupakan sarana untuk menyampaikan isi hati; komunikasi merupakan sarana untuk berbagi kasih; komunikasi merupakan sarana untuk berbagi beban; komunikasi juga merupakan sarana untuk dapat lebih mengenal pasangan hidup anda, karena itu hendaklah anda mengambil waktu untuk  berkomunikasi dengan pasangan hidup anda (baca artikel "Komunikasi Bukan Hanya Sekedar Kata-Kata - Part I dan II" Dan "Cara Berkomunikasi Yang Efektif Dalam Pernikahan - Part I dan II). Semoga bermanfaat!

Penulis

Rev.Dr. Harry Lee, MD.,PsyD

Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California

www.rccla.org

 

Sumber : Rev. Dr. Harry Lee, MD.,PsyD
Halaman :
1

Ikuti Kami