Sampai dengan saat ini, HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat mematikan. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia hingga September 2013 adalah sebanyak 2.763 orang.
Walau angka ODHA di Indonesia tahun ini cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi penanggulangan dan pencegahan atas HIV/AIDS tetaplah harus dilakukan. Hanya, kali ini penulis tidak akan mengetengahkan kedua hal tersebut, melainkan menitikberatkan kepada pencegahannya saja. Sebab Jawaban meyakini adalah lebih baik mencegah daripada mengobati.
Langkah awal pencegahan paling tepat secara medis untuk mengetahui apakah kita terinfeksi HIV atau tidak adalah dengan melakukan diagnosa melalui tes laboratorium. Secara garis besar tes laboratorium terbagi menjadi dua yakni pemeriksaan serologis untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.
Pemeriksaan yang mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Metode yang biasa dilakukan di Indonesia adalah ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay).
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes adalah adanya masa jendela. Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk dari 4-8 minggu setelah terinfeksi. Jadi, jika pada masa ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya sudah terinfeksi HIV dapat memberi hasil negatif. Untuk itu jika ada kecurigaan dilakukan pemeriksaan ulang 3 bulan kemudian.
WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari tiga strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV. Strategi I dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasilnya reaktif dianggap sebagai terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non-reaktif dianggap tidak terinfeksi HIV.
Strategi II menggunakan 2 kali pemeriksaan jika pada hasil pertama memberikan hasil reaktif. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif maka dapat disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun, jika pemeriksaan kedua adalah non-reaktif, maka kedua pemeriksaan harus diulang. Bila hasil tetap tidak sama maka dilaporkan sebagai intermedinate (berisiko tinggi tertular HIV).
Strategi III menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan ketiganya negatif maka dapat disimpulkan pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya pertama reaktif, kedua reaktif dan ketiga non-reaktif atau pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai intermedinate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau risiko tinggi tertular HIV. Sedangkan apabila hasil yang disebut terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan atau tidak berisiko tertular HIV maka hasil tersebut disebut sebagai non-reaktif.
Jika pemeriksaan antibodi menyatakan hasil reaktif maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi HIV, yang paling sering dipakai adalah teknik Western Blot (WB).
Seseorang yang ingin menjalankan tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapat konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia mendapat informasi sejelas-jelasnya tentang HIV/AIDS sehingga siap menerima dan mengambil keputusan apapun hasilnya nanti. Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala dan cara mencegah penularan. Jika hasil negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi mengenai bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko.
Ingat, seseorang baru bisa dinyatakan terinfeksi HIV apabila pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV.
Baca juga :
Gereja Ikut Peringati Hari AIDS Sedunia
Mujizat Kesembuhan Terjadi Dalam Hidupku
Thread Forum JC : Bakti Sosial (Berbagi Kasih Dengan Anak-Anak Tanah Merah - OBI
Lima Cara Mudah Hilangkan Stres
Sumber : berbagai sumber / bm