Pemerintah Malaysia meresmikan bahwa penggunaan kata “Allah” hanya bisa dilakukan oleh umat Islam di sana. Namun, gereja di Sabah, Malaysia mengkuatirkan akan ada hal lainnya yang menyertai hal ini. Mereka cemas bahwa aturan tersebut bisa memicu pelarangan lainnya.
“Saya sangat tidak bisa menerima melihat apa yang sudah umum dipraktekkan oleh gereja di Sabah dan Sarawak selama ratusan tahun berubah karena aturan pemerintah,” ujar Uskup Thomas, seperti dikutip The Star. Hal itu dikuatirkan warga bisa melakukan pelanggaran hukum massal hanya karena ingin menjalankan perintah agamanya.
Berdasarkan informasi dari Uskup Thomas, sekitar 1,6 juta warga Melayu Kristen di Sabah dan Sarawak menggunakan bahasa Melayu setiap berdoa di gereja. “Melarang penggunaan kata ‘Allah’ akan membuat mereka tak ubahnya sebagai pelanggar hukum di negara yang mereka anggap sebagai tanah kelahiran,” tambahnya.
Atas pelarangan penggunaan kata ‘Allah’ ini, media Katolik Malaysia, The Herald mengajukan banding atas pelarangan tersebut. Menurut hakim Federal Datuk Seri Mohamed Apandi Ali yang memimpin tiga panel hakim mengatakan kepada The Herald bahwa penggunaan kata ‘Allah’ ini tidak membatasi hak konstitusional di gereja Malaysia manapun.
Dilihat dari sejarah, penggunaan kata ‘Allah’ oleh umat Kristen memang hal yang biasa dan lumrah dilakukan bahkan sejak dahulu kala. Pelarangan ini tentunya membuat perbedaan seolah-olah Tuhan itu banyak, padahal Dia hanya ada satu dan satu-satunya Allah di muka bumi ini.
Baca juga :
Kita Anak Terang, Jangan Dirusak dengan Hal-Hal Ini
Mengenal Alkohol dalam Produk Kecantikan
Bagaimana Memperoleh Masa Depan Gemilang?
3 Cara Ubah Hobi Jadi Pemersatu Suami Istri
Sumber : okezone.com by lois horiyanti/jawaban.com