Sumber: Google

Career / 3 October 2013

Kalangan Sendiri

"Stereotipe Jari Telunjuk"

Puji Astuti Official Writer
6322

Beberapa waktu yang lalu, jari tengah tangan kanan saya tersayat pisau. Namun saya masih bekerja seperti biasa, termasuk mencuci piring  dan mengepel lantai. Saya bahkan masih bisa bermain gitar dan piano meskipun hasilnya kurang baik. Tapi itu tidak ada hubungannya dengan jari yang sakit. Saya memang tidak pintar bermain musik (ngaku aja). Saya hanya sedikit kesulitan ketika harus meratakan krim di wajah aja.

Dua hari kemudian jari telunjuk di tangan yang sama terjepit pintu (adeuh, nasib kurang baik).  Kali ini mencuci piring lebih sulit, melipat baju pun bermasalah,  dan I have to figure out gimana caranya  memakai BB cream yang rata. Lebih dari itu, saya harus mencari akal gimana caranya memencet komedo dan jerawat. Selama ini adalah tugas yang hanya bisa dikerjain oleh telunjuk.

Tanpa saya sangka, jari manis maju untuk melakukan kerjaan yang biasa dikerjakan jari tengah dan telunjuk. Mencet komedo, ngetik SMS dan menulis artikel (psstt… saya masih memakai system 11 jari dalam mengetik, poor habit buat seorang penulis, tapi lain kali aja deh saya bahas soal kelemahan ini.)

Tiba-tiba saya sadar, jari-jari itu mengajarkan sesuatu tentang kehidupan. Bahwa semua orang punya potensi.

Namanya potensi, ini berarti sesuatu yang bisa dikerjakan tapi belum dikerjakan. Tersembunyi di bawah bayang-bayang ketidakberdayaan karena kita selalu mengadalkan orang lain untuk melakukannya. Penyebab utamanya adalah stereoptipe berpikir: Telunjuk gunanya untuk mencet jerawat, jari manis untuk memakai cincin, kelingking untuk ngupil (malang bener nasib ni jari). Jika ditukar fungsinya terjadi keanehan. Kelingking kurang kuat buat mencet mencet sementara jempol gak pas dipake ngupil.

Begitu juga dengan manusia, telah terpilah-pilah tugas yang harus dikerjakannya.  Cewek tugasnya memasak dan menyetrika sedang cowok mengecat  rumah dan membetulkan pagar rusak. Jika tugasnya ditukar, rasanya gimana gitu.

Tapi gimana jika kita harus sendiri. Bisa juga kok cewek yang karena ‘terpaksa’ mengecat rumah dan membetulkan pagar. Demikian cowok ‘terpaksa’ harus bisa masak dan menyetrika.

Siapa bilang nggak bisa? Kalau TERPAKSA bisa kok. Tubuh kita kalau dilatih ternyata bisa melakukan banyak-banyak hal.

Coba pikirkan, agar hidup kita ini ada dalam keadaan ‘terpaksa’. Bukan terpaksa karena keadaan dari luar. Tapi dari dalam. Orangnya yang bisa memaksa atau memotivasi diri mengembangkan potensi dirinya disebut ‘determined’ (bertekad atau ‘nekad’). Inilah kualitas dari orang-orang yang sukses. Mereka berani hidup keluar dari dari stereotipe. Selalu dalam tekanan untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa.

Dalam Alkitab, sifat ini bisa dilihat dalam kisah Gideon. Ia yang seorang penakut, tidak percaya diri yang lagi bersembunyi dari musuh. Tapi Tuhan datang menjumpainya dan berkata, “Tuhan menyertai engkau, hai pahlawan gagah berani” (Hak 6:12). Apa? Gak salah tuh? Pahlawan gagah berani kok ngumpet kayak pengecut? Saat itu Gideon sedang berpikir bahwa ia adalah kelingking, yang paling muda dan dari klan yang paling lemah/miskin. (Hak 6:15).

Mungkin ia berpikir, memimpin Israel melawan orang Midian itu adalah tugas si Amos, tetangganya yang kekar, kaya, pintar dan punya bakat leadership sejak lahir. Tapi Tuhan tidak melihat apa yang SEDANG atau TIDAK dilakukannya. Melainkan ia melihat POTENSI apa yang bisa dilakukannya. IA adalah pencitpa kita, tentu IA tau dong apa yang bisa kita kerjakan. Ternyata Gideon, dengan penyertaan Tuhan, sanggup menunggang-langgangkan musuh-musuhnya.

Itu juga bisa terjadi dalam hidup kita. Mungkin kita merasa lemah dan tidak mampu, tapi Tuhan melihat dengan cara yang berbeda. Di dalam diri kita tersimpan ribuan potensi yang masih perlu ditemukan dan dikembangkan. Asal kita mau melihat lebih jauh dari apa yang biasa kita lakukan. Mengambil tekad, kemudian melatih diri, sehingga kita bisa melakukannya dengan baik. Maka akan banyak kemenangan ala Gideon yang dialami oleh anak-anak Tuhan jaman sekarang.

Penulis :

Nancy Dinar

Pendidik, konselor dan penulis buku

www.nancydinar.com

 

Baca juga artikel lainnya :

Memperbesar Kapasitas: Belajar dari Daud

Anda Sedang Ditanam, Bukan Dikubur

Perluas Kapasitas Kita Hingga Jadi Sempurna

Sebuah Keputusan Yang Merubah Hidup

Yuk, kunjungi Superbookindo.tv dan mainkan berbagai game seru!

Share Kesaksianmu dan Dapatkan Hadiah Seru!

Sumber : Nancy Dinar
Halaman :
1

Ikuti Kami