Estonia menerapkan sebuah terobosan baru didalam dunia pemilihan umum untuk menekan angka pemilih yang memilih menjadi angka golongan putih (golput). Pemerintah setempat menerapkan electronic voting (e-voting) yang telah dimulai dalam pemilu lokal tahun 2005 dan berjalan sukses hingga sekarang.
E-voting terbukti menolong warga yang terlalu sibuk dan terlalu jauh untuk datang ke TPS. Terbukti, 16 persen warga mengatakan mereka tidak akan memilih jika sistem itu tidak diterapkan. Partisipasi warga yang menggunakan e-voting terus meningkat dari hanya 1,9 persen tahun 2005, menjadi 24.3 persen pada pemilu parlemen tahun 2011.
Kecanggihan teknologi negara yang dijuluki E-Stonia ini menjadi kunci keberhasilan sistem tersebut. E-voting tidak menghapuskan TPS di mana warga biasanya memberikan suara. Cukup menggunakan E-KTP yang dimasukkan ke card reader di komputer, warga dapat memilih.
Bahkan, di pemilu terakhir, warga dapat menggunakan nomor handphone sebagai bukti identifikasi ketika memilih. Penetrasi internet yang tinggi menjadi kunci untuk mengakses internet. Konstitusi Estonia menuliskan internet merupakan hak asasi manusia setiap warga.
Dirilis Kompas.com, yang mewawancarai Ivar Hendla, dosen Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Teknologi Tallinn terkait penerapan e-voting itu. Estonia benar-benar mempersiapkan dengan matang E-KTP. Kartu identitas itu dilengkapi dengan chip khusus dan kode spesial yang hanya akan mengindentifikasi pemilik kartu bersangkutan.
Selain tingginya kepercayaan publik kepada pemerintah dan komisi pemilihan umum, Ivar menambahkan kerahasiaan suara yang diberikan sangat terjamin. "Perangkat khusus dipakai untuk memastikan nama pemilih akan langsung dipisahkan dengan suaranya ketika KPU mulai menghitung suara."
Mengingat Indonesia telah mensosialisasikan E-KTP-nya, kemungkinan E-voting diterapkan pada pemilu seharusnya dimungkinkan. Karena faktor “kemudahan” masih terus diimpikan di Negara yang birokrasinya terkenal “ribet” ini.
Baca Juga Artikel Lainnya: