Sejak ditemukan pada 1943, anak-anak di dunia yang menyandang Autisme semakin banyak jumlahnya. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistic pada tahun 2005 adalah 1:160 anak. Artinya, dari 160 anak yang ada di dunia ini, 1 diantaranya pasti menyandang autisme.
Di Indonesia sendiri hingga kini belum ada data akurat mengenai seberapa banyak anak yang mengalaminya. Hanya diperkirakan angka di Indonesia mendekati angka di atas.
Melihat begitu besarnya peluang anak-anak di negeri ini yang menyandang autisme maka mau tidak mau kita harus mengetahui bagaimana cara memperlakukan masing-masing mereka dengan benar.
Satu metode yang dianjurkan untuk menangani anak-anak penyandang autisme adalah dengan pemberian terapi. Semakin cepat mereka diterapi, semakin besar pula kemungkinannya bisa berperilaku seperti anak normal pada umumnya.
Ketua Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI), Gayatri Pamoedji, mengatakan ada 3 terapi yang telah terbukti keabsahannya menolong menormalkan anak penyandang autisme, yakni terapi perilaku, terapi okupasi dan terapi wicara.
"Terapi okupasi dan wicara mutlak penting bagi anak-anak autis, karena sebagian besar dari mereka mengalami masalah dalam koordinasi motorik dan berkomunikasi. Padahal kita tahu bahwa kemampuan motorik sangat perlu bagi anak-anak, autis maupun tidak, agar anak mampu belajar dan mandiri," ujar Gayatri pada acara launching video pendidikan 'Terapi Okupasi' dan 'Terapi Wicara' yang digelar MPATI di Jl. Brawijaya XIII No. 9 Prapanca, Jakarta Selatan, Selasa (26/3/2013).
Menurut Gayatri, ketiga terapi ini perlu dilakukan secara berurutan. Jadi diawali dengan terapi perilaku lalu diteruskan dengan terapi okupasi dan terapi wicara.
Terapi perilaku, ungkapnya, bertujuan memperbaiki perilaku yang dinilai menganggu, misalnya sering tantrum atau rewel dan berteriak-teriak. Setelah anak tenang, barulah dapat dilanjutkan dengan terapi okupasi. Terapi ini ditujukan agar anak menguasai keterampilan motorik halus dan motorik kasar dengan baik.
Keterampilan motorik halus adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil pada tangan, misalnya menggenggam dan menggunting. Sedangkan keterampilan motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, misalnya berlari, melompat dan sebagainya. Setelah dua terapi dasar terlewati dengan baik, barulah si anak diterapi wicara (ngomong).
Perlu diingat, membuat anak penyandang autisme menjadi normal membutuhkan waktu sehingga diperlukan kesabaran dan komitmen agar terapi yang sudah dikerjakan tidak berhenti di pertengahan jalan. Jangan mudah menyerah ! Tetaplah berusaha karena anak-anak penyandang autisme juga bisa memiliki masa depan cerah selayaknya anak-anak lain yang sedari lahir tidak memiliki kelainan/gangguan apapun.
Baca juga :
Diet Gandum dan Susu Dukung Pengobatan Penderita Autisme
Perempatfinal Liga Champions 2013 : Prediksi Galatasaray vs Real Madrid
Hei Single, Kelola Emosi Marah Anda
Ketika Gereja Berdoa, Sesuatu yang Ajaib Pasti Terjadi
Prediksi Liga Champions 2013 : Manchester United vs Real Madrid
Jokowi Jadi Ikon Kampanye Antikekerasan Seksual Pada Anak-Anak
Inilah Jadwal Perempat Final Liga Champions 2013
Inilah Pesan Paskah PGI Tahun 2013 (1)
Sumber : berbagai sumber / bm