PBB Turun Tangan: Stop Sunat Kelamin Perempuan!

Nasional / 21 December 2012

Kalangan Sendiri

PBB Turun Tangan: Stop Sunat Kelamin Perempuan!

Papa Henokh Hizkia Immanuel Simamora Official Writer
4198

Ternyata ada sekitar 140 juta gadis maupun perempuan dewasa mengalami praktik sunat atas kelaminnya, yang dipandang WHO sebagai praktik mutilasi kelamin.

Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), praktik yang memotong sebagian dari bagian luar alat kelamin perempuan ini lazim berlangsung di 28 negara Afrika dan sebagian lain di Timur Tengah dan Asia - termasuk Yaman, Irak, Kurdistan, dan Indonesia.

Praktik yang populer disebut sunat ini diyakini untuk alasan budaya, reliji, maupun sosial. Praktik ini pun ditemukan di negara-negara maju, terutama di kalangan pendatang. Namun sunat atas perempuan ini sering ditemukan di Somalia, Sudan, Eritrea, Djibouti, Mesir, Sierra Leone, Mali, dan Guinea.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa meminta negara-negara di seluruh dunia melarang praktik mutilasi pada alat kelamin perempuan. Praktik ini diangggap sebagai tindakan keji dan telah mengancam sekitar tiga juta gadis setiap tahun.

Selain itu menurut kalangan aktivis, dampak psikologis yang dialami hampir sama dengan yang dirasakan pada kasus perkosaan.

Menurut kantor berita Reuters, resolusi itu disahkan dalam sidang di Markas Besar PBB di New York pada Kamis waktu setempat dan bersifat tidak mengikat. Itu sebabnya Majelis Umum PBB hanya mengimbau 193 anggotanya untuk mengambil semua langkah yang diperlukan, termasuk mengesahkan dan memberlakukan legislasi pelarangan mutilasi atas alat kelamin perempuan sekaligus melindungi semua perempuan dan gadis dari kekerasan itu.

Dikeluarkan secara mufakat, resolusi di Majelis Umum PBB itu juga mengutarakan keprihatinan atas "bukti meningkatnya insiden mutilasi alat kelamin perempuan dijalankan oleh petugas medis di semua kawasan yang lazim menerapkan aksi itu."

Menurut Duta Besar Burkina Faso untuk PBB, Der Kogda, praktik sunat kelamin perempuan ini masih disalahtafsirkan oleh kalangan masyarakat di banyak tempat dan tabu untuk dibicarakan. "Kita harus mendobrak kebiasaan itu sehingga bisa diberantas," kata Kogda.

Ada yang menilai bahwa sunat kelamin perempuan itu berguna untuk mencegah hubungan seks di luar nikah. Ada juga yang menyatakan itu bagian dari persiapan bagi seorang anak perempuan untuk menjadi dewasa dan bersih. Namun, kalangan penentang menyatakan bahwa praktik itu menyebabkan pendarahan, shock, kista, dan kemandulan, serta gangguan psikologis.

Jika memang suatu kebudayaan berdampak buruk pada kesehatan banyak wanita di dalam masyakarat tersebut, maka sebagai bagian umat manusia dan pemimpin yang bertanggung jawab, kali ini tindakan PBB patut dipuji, karena kebijakan mereka (yang seolah-olah ikut campur pada suatu budaya tertentu) adalah demi kebaikan banyak anak perempuan di dunia.

 

Baca Juga:

Ahok Segera Gaji Pemulung Rp 2 Juta

Wow Bali Rencana Bangun Jalan Toll di Atas Sawah

Bagaimana Kalahkan Perbuatan Daging?

Pentingnya Sikap Saling Menerima

Selalu Masih Ada Tetesan Terakhir

Resolusi 2013: Diet & Tubuh Lebih Sehat (Sesi 1)

Libatkan Anak Membuat Resolusi Tahun 2013

Sumber : vivanews / jp.mamora
Halaman :
1

Ikuti Kami