Tegar di Masa Sulit

Kata Alkitab / 3 October 2012

Kalangan Sendiri

Tegar di Masa Sulit

Budhi Marpaung Official Writer
10290

“Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” (Yohanes 11:32)

Sebagai manusia, kehilangan seseorang yang kita kasihi adalah suatu hal yang sangat menyedihkan. Inilah perasaan Maria dan juga saudarinya, Marta ketika melihat saudara mereka, Lazarus meninggal dunia.

Oleh sebab itu, begitu mereka berdua bertemu dengan Yesus (pada waktu yang berbeda) maka keduanya mengutarakan isi hati yang sama yakni “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati (baca [kitab]Yohan11:21,32[/kitab])”. Kata sekiranya di dalam kedua ayat ini adalah kata pengandaian yang memberikan penghiburan sesaat namun sia-sia.

Maria dan Martha cenderung melihat terus ke belakang, padahal apa yang sudah terjadi seharusnya biarlah terjadi. Kita jadikan pelajaran yang membuat kita lebih arif dan bijaksana. Pertanyaan mengapa tidak pernah menyelesaikan. Bagaimana kita menghadapinya, apa yang Tuhan rencanakan atau ada maksud di balik semua itu, jauh lebih penting dan berguna daripada Anda bertanya mengapa, mengapa, mengapa, apalagi menyalahkan Tuhan. Saya ingin mengatakan, “God sees the end from the beginning.”

Tuhan mengizinkan sesuatu terjadi untuk kebaikan kita. Kita senang jika sesuatu yang baik, menguntungkan, dan menyenangkan terjadi dalam hidup kita. Tapi kalau sesuatu yang buruk terjadi, kita pasti kecewa. Orang yang baik, taat beribadah, suka berdoa dan membawa Alkitab, hidupnya pun tidak akan lepas dari masalah, kesulitan, krisis, bahkan musibah.

Sudut Pandang Yesus

Ketika sesuatu yang buruk dan tidak menyenangkan terjadi dalam hidup kita, jangan melihat dari sudut pandang Maria dan Marta. Cobalah memandangnya dari sudut pandang Yesus. Maria dan Marta seolah-olah mempersalahkan Tuhan, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Perhatikan perkataan Yesus kepada Marta, “Saudaramu akan bangkit.” Bagi Yesus, kematian bukanlah sesuatu yang besar.

Pernahkah Anda memerhatikan air sabun? Kalau didiamkan saja, air sabun itu akan reda dan tenang tapi kalau Anda menggoncangnya, maka akan mengeluarkan busa. Seringkali kita sendiri yang menggoncang masalah itu sehingga menjadi lebih besar dan menyesakkan.

Yesus mengatakan, “Akulah kebenaran dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yohanes 11:25). Yesus ingin kita memiliki tidak saja ketenangan hati, tetapi kedewasaan iman untuk tidak hanya memandang segala sesuatu yang sulit sebagai sesuatu yang biasa. Tuhan ingin kita berusaha memandangnya dari sudut Tuhan, yaitu dari nilai-nilai rohani. Jika kebanyakan orang memandang kematian sebagai sesuatu yang besar dan menakutkan, bagi Yesus kematian adalah sesuatu yang biasa.

Sebagai orang yang memiliki sudut pandang iman, kita akan melihat kematian adalah kebahagiaan. Kematian merupakan pintu gerbang untuk beralih dari dunia yang sementara dan fana ini ke dunia yang indah dan kekal. Saat anak Tuhan menutup mata di bumi, saat itu juga dia membuka mata di surga. Marilah kita melihat segala sesuatu dari sudut pandang Yesus. Adakah sesuatu yang lebih besar dan menakutkan daripada kematian ?

Tindakan Yesus

Apa tindakan Yesus begitu mengetahui kematian Lazarus? Apakah Dia sekedar menangis? Ada beberapa penafsiran dari ayat tersebut. Yesus menangis karena Dia bersimpati pada keluarga yang selalu menyambut Dia dengan baik. Seorang penafsir lain mengatakan Yesus menangis karena melihat, bukan hanya Maria dan Marta, tapi orang-orang di sekitar mereka menanggapi dari sudut pandang yang salah. Yesus melihat mereka sebagai orang yang percaya pada-Nya, tetapi tidak beriman dengan sungguh-sungguh. Yesus melihat iman mereka yang dangkal.

Sikap mereka menunjukkan seolah-olah tidak ada pengharapan dalam Tuhan. Kalaupun Lazarus tidak dibangkitkan, dia toh memiliki kehidupan yang kekal. Apa pun penafsiran ayat itu, Yesus tidak sekedar bersimpati kemudian tidak melakukan apa-apa. Firman Tuhan selanjutnya mengatakan Yesus pergi ke kubur Lazarus. Ia tidak sekedar melihat kubur Lazarus. Dengan suara-Nya yang berwibawa, Dia memerintahkan, “Lazarus, marilah ke luar!” (Yohanes 11:43). Singkat kisah, Lazarus yang sempat mati itu pun ke luar dari kuburnya dan hidup kembali.

Yesus tidak sekedar bersimpati atau memberikan penilaian, tapi Dia berempati dan bertindak. Kata empati berarti masuk dalam kondisi orang lain dan ikut merasakan apa yang ada dialaminya. Tidak hanya sampai di situ, Yesus menyelesaikan dan membereskannya.

Pribadi yang paling dipercayai adalah Tuhan. Tuhan tidak sekedar bersimpati, bertindak dan menyelesaikan masalah kita. Suami, istri, anak, orangtua, atau teman akrab kita pasti ada batasnya karena manusia dibatasi oleh jarak dan waktu. Namun, Tuhan adalah satu-satunya pribadi yang tidak dibatasi oleh jarak, waktu, dan situasi. Dia Allah yang maha hadir, omni present. Dia hadir di mana saja. Oleh sebab itu, libatkan Dia selalu dalam segala keadaan.  

Halaman :
1

Ikuti Kami