Yunlung, Temukan Sukses Sejati di Dalam Tuhan

Family / 7 September 2012

Kalangan Sendiri

Yunlung, Temukan Sukses Sejati di Dalam Tuhan

Puji Astuti Official Writer
9963

Anak muda ini sejak kecil menyimpan kemarahan kepada sang ayah. Pria yang bernama Yunlung ini bercita-cita tinggi, namun ayahnya yang gemar berjudi membuatnya mengecap pahit dan getirnya kemiskinan.

“Waktu itu saya pernah diajak teman makan di suatu restoran di kota, tapi saya ngga diajak masuk untuk makan. Walaupun saat itu saya masih kecil, tapi saya merasa miskin itu ngga enak. Susah itu ngga enak. Saya berpikir suatu hari saya harus punya uang, jadi ngga akan ada kejadian yang seperti ini lagi.”

Tekadnya untuk menghasilkan uang sendiri membuat Yunlung mengabaikan rasa malunya. Ia bersama beberapa orang temannya mencari barang-barang bekas seperti kardus, besi tua dan juga bekas botol minuman yang kemudian di jualnya kembali. Dengan uang hasil jerih payahnya ini ia bisa mendapatkan uang jajan yang tidak pernah diterimanya dari orangtuanya. Namun upayanya untuk mandiri ini sepertinya tidak dipandang sama sekali olah ayahnya. Sosok yang diharapkan dapat menjadi pengayom dan sumber bagi keluarganya tersebut malah sibuk berjudi, bahkan lama-lama ayahnya menjadikan rumah mereka sebagai tempat judi.

“Dia suka merasa menyesal, dia punya keluarga. Seolah-olah itu yang menghabiskan uang itu keluarga. Saat itu saya menyesal punya papa kaya gitu. Saya berpikir, suatu hari saya tidak boleh jadi seperti papa saya.”

Sewaktu Yunlung lulus dari SMA, ia meminta untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Namun ayahnya dengan enteng menyuruhnya kerja. Hal ini membuat Yunlung bertambah kecewa, ia bertekad membuktikan bahwa dirinya dapat mewujudkan cita-citanya tanpa bantuan sang ayah. Berkat pertolongan seorang saudara Yunlung akhirnya berhasil merintis karir di luar negeri sekalipun harus melewati jalan yang berat. Namun uang yang mendadak melimpah membuat Yunlung lupa akan tujuannya semula. Setiap hari Yunlung yang ia lakukan hanya pesta pora. Tanpa disadarinya kebiasaannya berpesta pora telah menghancurkan karirnya, pekerjaannya yang semula menjanjikan kini terbengkalai karena ulahnya. Dengan penuh rasa malu, akhirnya Yunlung mengundurkan diri dan pulang ke Indonesia.

“Waktu itu perasaan saya kacau, pulang tidak bawa apa-apa dan saya jadi pengangguran. Akhirnya kembali ke teman-teman lama, mereka mulai ngajakin ke dunia malam lagi. Setiap malam kami mulai masuk dari satu diskotik ke diskotik yang lain.”

Untuk mengalihkan rasa frustasinya karena tidak memiliki pekerjaan, dia mulai terikat minuman keras dan juga narkoba. Awalnya Yunlung menikmati obat-obat bius itu, namun suatu saat ia mengalami overdosis. Di ambang maut itu, Yunlung meminta satu kesempatan lagi kepada Tuhan untuk bisa merubah hidupnya.

“Tuhan beri saya satu kesempatan lagi, tapi kalau seandainya saya harus mati hari ini, tolong buat saya segera mati.”

Tuhan mendengar permohonan Yunlung, ia selamat dari maut di hari itu. Seperti mendapatkan kehidupan baru, Yunlung semangat kembali untuk membangun masa depannya. Ia menjual semua harta miliknya, dan memulai sebuah usaha, namun sayangnya usahanya ialah menjual minuman keras.

“Saya ngga mikir apa minuman keras itu haram, apa minuman keras itu dosa, atau menjual minuman keras itu bisa mencelakakan orang. Saya tidak pernah memikirkannya sedikitpun.”

Ditengah kesuksesannya di bisnis haram tadi, Yunlung diajak seorang teman untuk menghadiri sebuah seminar. Namun ajakan itu berkali-kali di tolaknya. Hingga suatu hari saat ia mengunjungi beberapa night club yang menjadi konsumennya, ia melihat sesuatu yang mengusik hatinya.

“Saya bertemu dengan seorang pelanggan saya. Dia dalam keadaan sangat mabuk, dan dikelilingi oleh beberapa orang laki-laki yang mencari-cari kesempatan. Saat itulah hati saya merasa sakit, saya merasa takut sekali. Ternyata produk saya malah mencelakakan orang lain.”

Rasa bersalah mulai mengganggu hati Yunlung, namun ia tidak melakukan apapun hingga suatu saat ia mengalami sebuah kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor.

“Kami pulang berdua naik motor, saya ngga tahu kalau tas teman saya di belakang di jambret. Karena tasnya ditarik, kami berdua jadi terpelanting dari motor.”

Karena kejadian itu ke dua kaki Yunlung cedera dan membuatnya harus terbaring di tempat tidur selama dua minggu. Saat ia dalam keadaan tidak berdaya itulah hati nuraninya kembali mengusiknya. Ia kembali diingatkan akan ajakan temannya untuk mengikuti seminar tentang bisnis yang benar itu.

“Saya mulai berpikir tentang apa yang akan menjadi masa depan saya. Apakah saya benar-benar harus mengikuti seminar itu?”

Yunlung pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti seminar tersebut. Sesi demi sesi dijalaninya untuk menemukan jawaban akan sebuah usaha yang benar. Hingga sebuah perkataan dari pembicara dalam seminar itu menyentuh hatinya.

“Kita sebenarnya memiliki lima harta: harta rohani, harta jasmani, harta hubungan, harta keluarga, baru harta benda. Kalau dulu saya berpikir: harta benda, harta benda di awal, baru sisanya di belakang. Tapi ternyata terbalik. Dari situ saya mulai sadar, untuk apa saya kejar harta benda kalau harus mengorbankan empat harta yang sebelumnya.”

Sesi demi sesi mengubah kehidupan Yunlung, dalam seminar itu ia mengalami jamahan Tuhan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Saya merasakan Tuhan itu masih ingat saya, masih sayang saya. Kalau selama ini saya hidup di dunia realitas, kasih yang menuntut, yang mengharapkan imbalan, ternyata setelah di doakan, saya tidak merasakan lagi. Saya merasakan kasih yang murni dari seorang bapak. Apa yang saya pikirkan, kepahitan saya kepada orangtua, itu seperti hilang. Saya merasa lega sekali.”

Sebuah keputusan untuk mengijinkan Tuhan untuk menguasai hidupnya, telah mengubah seluruh kehidupan Yunlung. Hubungannya dengan kedua orangtuanya kini telah pulih, dan pemahamannya akan arti kesuksesan yang sejati membawanya menjadi pengusaha pertanian dan juga menjadi guru sukarelawan di sebuah pedesaan di Jawa Barat.

“Kalau dulu saya berpikir bahwa sukses itu : saya memiliki posisi yang bagus, usaha yang bagus, uang yang banyak dan mendapatkan penghargaan. Tapi saat ini, saya berpikir sukses itu adalah: kalau kita benar-benar mau mengikuti apa yang menjadi kehendaknya Tuhan. Kalau kita hidup dengan cara yang benar, sikap yang benar dan tujuan yang benar dimata Tuhan, itu baru kesuksesan yang sejati,” demikian papar Yunlung. (Kisah ini ditayangkan 14 Desember 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:

Yunlung

Sumber : V101103141055
Halaman :
1

Ikuti Kami