Karyawan Kristen Perjuangkan Hak Mengekspresikan Keimanannya

Internasional / 5 September 2012

Kalangan Sendiri

Karyawan Kristen Perjuangkan Hak Mengekspresikan Keimanannya

Budhi Marpaung Official Writer
4671

Empat orang Kristen Inggris, Selasa (4/9), berada di Strasbourg, Perancis, untuk memperjuangkan hak mengekspresikan keimanan mereka saat berada di tempat kerja.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa yang menjadi tempat perjuangan para warga negara dari negara Ratu Elizabeth itu pun mulai mendengarkan kasus-kasus yang menimpa perawat Shirley Chaplin, Konselor Gary McFarlane, pekerja maskapai penerbangan Nadia Eweida, dan pegawai catatan sipil Lilian Ladele tersebut.

Untuk diketahui, para pengikut Kristus ini mendapatkan perlakuan yang mereka anggap kurang bijaksana dari perusahaan mereka sendiri.

Shirley Chaplin dibebastugaskan dari tugas merawat langsung pasien oleh Royal Devon dan Exeter Hospital NHS Trust karena dinilai gagal menyembunyikan kalung salib kecil yang dikenakannya tiap-tiap hari.

Nadia Eweida dikirim pulang oleh British Airways ketika dia juga menolak melepas kalung salibnya. British Airways menyatakan bahwa atribut pribadi berkenaan keagamaan harus hilang dan patuh kepada kebijakan perusahaan begitu pegawai menjalankan tugasnya disana.

Lilian Ladele didisiplinkan Dewan Islington di London setelah ia menolak untuk melakukan upacara penikahan sipil pasangan sesama jenis.

Gary McFarlane dipecat dari kelompok konseling ‘Relate’ setelah ia mengatakan ia tidak mampu memberikan terapi seks untuk pasangan sesama jenis karena keyakinan agamanya.

Direktur Christian Legal Center, Andrea Minichiello Williams, yang menjadi pembela bagi Chaplin dan McFarlane mengatakan bahwa pemerintah Inggris "mengejutkan standar ganda" dalam menangani kasus-kasus ini.

Secara khusus, Minichelo Williams mengecam Perdana Menteri Inggris David Cameron yang pernah menyatakan mendukung kelompok masyarakat Kristen yang ada di wilayahnya, namun pada faktanya ia justru menolak campur tangan dalam empat kasus tersebut.

Hal ini terlihat jelas, lanjut Minichelo Williams, dalam keterangan pemerintah setempat terhadap empat kasus yang kini sedang berjalan di Pengadilan Eropa untuk Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa  "tidak ada gangguan terhadap hak pemohon ketika mewujudkan keyakinan agama mereka" dan bahwa pemohon "bebas mengundurkan diri jika mereka menganggap bahwa persyaratan kerja yang tidak sesuai dengan agama mereka keyakinan ".

“Banyak yang percaya, adalah tidak adil pegawai negeri dan karyawan yang bekerja keras mendapatkan diskriminasi hanya karena iman mereka. Hal ini sangat jelas pada saat ini bahwa ada masalah besar dalam perancangan UU Kesetaraan, dan  atau cara di mana Pengadilan, dan pengusaha, gagal menyeimbangkan hak-hak berbagai kelompok dan keyakinan. Ini adalah waktunya untuk mengatasi semua itu,” ujar Minichelo Williams.

"Kerja dari pengadilan Inggris telah menyebabkan ketidakadilan yang mendalam. Jika kita berhasil di Strasbourg, saya berharap Undang-Undang Kesetaraan dan undang-undang keragaman lainnya akan dirombak, sehingga orang Kristen bebas bekerja dan bertindak sesuai dengan keyakinan mereka dan hati nurani," pungkasnya.

Setiap orang seharusnya janganlah dikekang ketika akan mengekspresikan imannya karena ini adalah hak asasi manusia. Tidak boleh satu pun orang, lembaga, ataupun pemerintahan, yang melarang seseorang untuk melakukan apa yang diyakininya sepanjang tindakan apa yang diyakininya itu tidaklah bertentangan dengan hukum yang berlaku secara universal / banyak diterapkan di berbagai negara di dunia.

Oleh sebab itu, mari  dukung perjuangan keempat saudara seiman kita dari Inggris ini. Doakan agar apa yang mereka lakukan mendapatkan hasil yang positif.

Doakan juga Pengadilan Eropa agar mereka yang putuskan sejalan dengan apa dinginkan oleh Tuhan. Percayalah, perkara besar pasti terjadi di dalam kasus ini!


Baca juga :

Forum JC : Apakah berdoa saja cukup ? 

Me Without You

Tunduklah Kepada Allah

Berolahraga Dapat Redam Rematik

 

Sumber : christiantoday.com / budhianto marpaung
Halaman :
1

Ikuti Kami