Tidak dipungkiri bahwa jumlah populasi wanita lebih banyak dari pria. Namun dalam persamaan hak untuk berkegiatan dan aktif dalam kelembagaan, terutama gereja, perempuan banyak tidak diberikan kesempatan dan tidak aktif dalam kegiatan di gereja. Hal inilah yang dilihat oleh para teolog kepada kaum wanita di Gereja Pakistan.
“Lebih dari setengah umat Katolik yang menghadiri setiap Misa adalah perempuan, namun Gereja lamban memanfaat talenta mereka. Ini adalah tanggung jawab para pemimpin Gereja untuk menghapus sikap diskriminatif. Kegagalan untuk melibatkan mereka membuat pelayanan di gereja-gereja tidak berkembang,” ungkap seorang tokoh Gereja Nosheen Khan.
Kaum perempuan juga diharapkan memainkan peran yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dalam Gereja. “Ini adalah sebuah konsep belum dewasa. Mereka hanya sebatas menjadi lektor, memimpin doa rosario dan berpartisipasi dalam liturgi. Gereja harus menggunakan mereka untuk membawakan khotbah dan menjangkau daerah yang sebelumnya imam tidak bisa pergi,” ungkap penyelenggara utama seminar peran kaum perempuan di gereja, Pastor Emmanuel Asi.
Paling kentara terlihat tersendatnya peran kaum perempuan di gereja adalah karena faktor norma-norma budaya ketimbang agama. “Kami menyelenggarakan banyak program dan mendorong mereka untuk aktif di organisasi, tetapi kami juga tidak mendapat tanggapan. Alasan utama mereka tak terlibat dalam Gereja adalah kurangnya minat mereka,” kata Pastor Bonnie Mendes, seorang kepala beberapa proyek kesejahteraan sosial.
Sumber : ucanews - niel