Terciptanya stabilitas keamanan harus dibarengi dengan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di masa lalu. Namun yang terlihat di Indonesia, pemerintah belum memperlihatkan prioritas yang serius terhadap penegakan HAM. Hal ini sangat dikhawatirkan menjadi ekses yang meluas dan melebar.
"Ada enam pokok yang menjadi perhatian untuk pemerintah, yaitu, Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, pencegahan praktik - praktik penyiksaan, jaminan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, penyelesaian konflik agraria, penyelesaian masalah di papua, dan proses legislasi," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Indriaswati Dyah Saptaningrum,, di Jakarta (3/6).
Indriaswati melihat bahwa sepertinya HAM hanya dipergunakan sebagai alternatif terakhir ketika tidak ada lagi instrumen hukum pilihan yang bisa digunakan. "Akhir tahun lalu Elsam memprediksi kinerja pemerintah tidak akan ada perubahan berarti di tahun ini, bahkan di empat bulan kedepan akan lebih buruk lagi," ujarnya.
Deputi Direktur Pengembangan Sumber Daya HAM Elsam, Zainal Abidin pun menambahkan bahwa memang permintaan maaf dari pemerintah terhadap belum selesainya kasus HAM adalah langkah yang dapat diapresiasi. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan tindakan yang nyata terhadap keberadaan korban.
"Upaya permintaan maaf terhadap pelanggaran HAM masa lalu itu harus diselesaikan, dan pernyataan maaf bukanlah final, akan tetapi adanya upaya konkret untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu tersebut," tambahnya.
Tidak ada peryataan lebih jelas dari pemerintah mengapa penyelesaian kasus HAM terkatung-katung, padahal ditempat lain keluarga korban dan masyarakat yang dirugikan sedang berjuang untuk mendapatkan keadilan. Jika saja pemerintah mau taat terhadap konstitusi negara, tentu masalah besar seperti akan terpecahkan secara nyata.
Sumber : jaringnews/inilah/niel-jawaban.com