Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself. - Leo Tolstoy
Dengan perasaan putus asa, sepasang suami-istri pergi ke seorang ahli jiwa untuk berkonsultasi tentang perilaku anaknya. Mereka sudah tidak tahu apa lagi langkah-langkah yang harus mereka lakukan terhadap anaknya. Sejak beberapa waktu lalu, anak itu suka sekali naik kuda-kudaan milik anak tetangganya dan tidak mau turun, padahal ia sendiri memiliki tiga kuda-kudaan di rumahnya.
Selama ini, semua usaha yang dilakukan untuk memaksa anak tersebut turun hanya membuatnya berteriak dan menjerit. Mau tidak mau, anak ini terpaksa dinaikkan lagi ke kuda-kudaan itu.
Sang ahli jiwa kemudian mendatangi anak tersebut sambil mengelus-elus rambutnya, ia menunduk lalu membisikkan sesuatu ke telinganya. Segera anak itu turun dari kuda-kudaan dan dengan manis mengikuti kedua orangtuanya pulang.
“Bagaimana caramu membujuk anak kami turun? Apa yang engkau bisikkan ke telinganya?” tanya orangtua sang anak kepada ahli jiwa. “Sederhana saja, saya hanya berkata lembut kepadanya, kalau kamu tidak turun dari kuda-kudaan sekarang juga, kamu akan saya pukuli sampai kamu tidak dapat duduk selama satu minggu. Orangtuamu membayar saya untuk itu dan senang hati saya akan melakukannya,” jawab ahli jiwa.
Cerita yang saya adaptasi dari buku Doa Sang Katak 2 karya Anthony de Mello SJ ini seakan-akan mengingatkan kita kembali bahwa seringkali perubahaan baru benar-benar terjadi setelah kita mendapatkan tekanan dari luar. Saya kerap mengamati ada mahasiswa yang baru benar-benar serius dalam belajar manakala ia terancam drop out. Ada karyawan yang baru berubah perilaku dan kinerjanya setelah mendapatkan surat peringatan. Di tataran yang lebih luas, sebuah perusahaan biasanya akan mengalami perubahan secara signifikan manakala mereka sadar telah tertinggal jauh dibandingkan kompetitor.
Meski demikian, ada juga perubahan yang benar-benar datang dari dalam hati (internal), bukan karena faktor eksternal. Seorang sahabat yang kini menjabat sebagai eksekutif di sebuah perusahaan besar di Jakarta pernah bercerita kepada saya bahwa dia berasal dari keluarga yang sangat miskin. “Orangtua saya hanya buruh tani yang menggarap sawah orang,” katanya.
Dengan penuh perjuangan ia akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikan jejak S1 lalu diterima bekerja di perusahaan tempatnya berkarir sekarang. Hanya dalam waktu beberapa tahun, ia dipercaya memimpin sebuah cabang yang bergengsi. Dengan mata kepala sendiri, saya melihat kerja kerasnya. Berbeda dengan karyawan lain yang hitung-hitungan ketika bekerja, sahabat saya ini rela bekerja ekstra atas inisiatif sendiri dan tanpa dibayar.
Ia senantiasa memelihara hubungan dengan klien dan mitra bisnisnya. Di luar jam kantor, ia tidak segan-segan menemani atau membantu kliennya sekalipun hal itu tidak ada hubungan langsung dengan transaksi bisnis mereka. Beberapa waktu kemudian, ia mendapatkan beasiswa S2 dari perusahaannya. Studi lanjut ini adalah bagian dari promosi jabatannya. Luar biasa!
Sebagai sahabatnya, ada satu kualitas darinya yang sangat saya kagumi yakni tanggung jawab. Ya, ia mengambil tanggung jawab penuh atas setiap kepercayaan yang diberikan kepadanya bahkan ia mengambil tanggung jawab penuh atas hidup serta masa depannya. Bandingkan dengan begitu banyak orang yang hanya bisa menyalahkan situasi, kondisi, nasib atau takdir tanpa upaya serius untuk merubah dirinya.
Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Michael Kodra, ”Success on any major scale requires you to accept responsibility… In the final analysis, the one quality that all successful people is the ability to take an responsibility.” Ya, sukses dalam skala besar menuntut Anda untuk menerima tanggung jawab. Setelah dianalisa, ternyata kualitas yang dimiliki semua orang sukses adalah kemampuan untuk memikul tanggung jawab. Senada dengan itu, pakar periklanan nasional Ken Sudarto (alm) dalam sebuah wawancara di televisi mengatakan bahwa kata kunci terpenting dalam hidup adalah tanggung jawab.
BERUBAH UNTUK LEBIH BAIK
Ada beberapa poin penting yang ingin saya bagikan kepada Anda mengenai perubahan ke arah yang lebih baik.
Pertama, sadarilah bahwa perubahan diri adalah tanggung jawab Anda pribadi. Pihak luar atau situasi hanyalah bisa menjadi stimulus namun komitmen untuk berubah harus datang dari dalam diri sendiri.
John C. Maxwell dalam buku Thinking For A Change mengatakan pada dasarnya perubahan bersifat 3P:
Change is Personal – I need to change. Change is Possible – I’m able to change. Change is Profitable – I’ll be rewarded by change.Kedua, ambil waktu untuk menentukan apa yang Anda inginkan di masa mendatang. Ini berkaitan dengan visi hidup Anda. Dengan kata lain, perubahan positif apa yang Anda ingin lihat terjadi masa mendatang.
Ketiga, uraikan manfaat-manfaat positif apa yang kiranya bisa Anda dapatkan jika Anda sungguh-sungguh mau berubah dan memperjuangkan visi Anda. Seringkali komitmen untuk berubah mudah pudar di tengah jalan karena kita mengalihkan fokus kita kepada hambatan yang ada. Kita merasa harga yang kita bayar terlalu tinggi atau terlalu mahal untuk sebuah perubahan. Itulah sebabnya, ada baiknya, kita mengkalkulasi manfaat-manfaat positif perubahan sejak awal. Bahkan, ada baiknya juga kita mengkalkulasi dampak yang akan kita alami jika kita tidak berubah.
Keempat, miliki teman pendukung perubahan. Semangat serta komitmen untuk berubah akan semakin kuat jika kita memliki teman-teman yang mendukung kita. Mereka bisa saja mentor, sahabat, pasangan hidup, dan sebagainya. Dengan mereka kita bisa berdiskusi mengenai strategi perubahan bahkan mereka bisa kita minta menjadi rekan untuk mengingatkan kita dalam proses perubahan. Tambahkan juga doa sebagai pendukung Anda untuk berubah.
Kelima, perjuangkan perubahan dengan sepenuh hati. Maxwell benar ketika berkata, “Tidak mengetahui apa yang Anda inginkan adalah masalah pengetahuan. Tidak mengejar apa yang Anda inginkan adalah masalah motivasi. Tidak mencapai apa yang Anda inginkan adalah masalah ketekunan.”
Selamat berubah untuk masa depan yang lebih baik.
Baca Juga: