Memperingati Hari Raya Paskah yang berlangsung kemarin Minggu (8/4) terdapat beberapa nilai populis yang punya makna besar terutama bagi bangsa Indonesia. Dalam konteks kekinian, Paskah mempunyai makna sebagai pembebas umat dari penderitaan.
Hal itu diungkapkan Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pdt Dr Andreas Yewangoe yang menyebutkan bahwa penderitaan bangsa Indonesia itu kini disebabkan oleh korupsi. "Saya kira dalam konteks bangsa kita. Orang harus dibebaskan dari penderitaan, ekonomi dan tekanan apa pun. Deklarasi perang terhadap korupsi. Karena korupsi kejahatan luar biasa kepada kemanusiaan yang membuat orang berada dalam perbudakan,” katanya.
Untuk itulah menurut Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Benny Soesetyo, para elite bangsa, terutama tokoh politik, seharusnya mengadopsi sikap konsisten untuk membangun iklim politik yang beradab yang bukan sekadar politik pragmatis. "Dengan konsistensi, kita punya keteguhan memegang prinsip. Terbangun sebuah orientasi yang tegas dan jelas. Situasi sekarang ini tidak akan membawa kita maju," katanya.
Karenanya untuk memulai terciptanya konsistensi untuk mebebaskan bangsa dari penderitaan akibat korupsi, semangat persatuan dan kebangsaan harus kembali ditumbuhkan, terutama dalam momen Paskah. "Semangat kebangkitan Kristus hendaknya menggairahkan kita untuk membangun hidup bersama dengan umat beragama lain dan saling menghargai," ungkap Ketua Badan Pelaksana Harian Sinode Gereja Protestan Maluku Pendeta Jhon Ruhulessin.
Paskah mengajarkan Kita, bagaimana menjaga konsistensi dalam bersikap. Dengan demikian, penebusan Yesus Kristus diatas kayu salib merupakan sebuah sikap menjaga komitmen untuk cita-cita menebus dosa manusia.
Sumber : berbagai sumber - niel