Wacana merdeka-nya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kembali tersuarakan dalam apel akbar bertajuk "Apel Siaga Rakyat Yogyakarta Pro-Penetapan" yang diikuti ribuan warga di Alun-alun Sewandanan Puro Pakualaman, Minggu, 25 Maret 2012.
“Kalau memang rakyat Yogya maunya begitu (berpisah dari NKRI), mau tidak mau kita harus konsekuen (mendukung), toh kita juga mampu,” kata adik kandung Gubernur DIY Sultan HB X, GBPH Joyokusumo.
Ribuan warga yang mengenakan pakaian adat itu mengusung puluhan bendera berlambang Keraton Yogyakarta serta spanduk yang di antaranya berbunyi “Kami Siap Berpisah.” Untuk berdiri sendiri, Joyokusumo melihat Yogyakarta juga punya kekayaan yang bisa diolah untuk menopang kehidupan masyarakatnya. Selain dari sektor pariwisata dan pendidikan, juga ada potensi tambang pasir besi di pesisir pantai Kulonprogo. Tapi rencana tambang pasir besi itu ditolak petani yang menempati wilayah itu.
Menurut mantan Ketua Partai Demokrat DIY itu tidak ada masalah jika pemerintah Indonesia mencabut subsidi yang selama ini diberikan kepada Yogyakarta. “Itu konsekuensi jika memang harus berpisah dan kami melihat Yogyakarta cukup kuat untuk berdiri sendiri jika memang pemerintah pusat mengabaikan sejarah yang selama ini sudah terjadi,” kata Prabu, yang juga hadir pada acara itu.
Potensi Yogyakarta memisahkan diri dari NKRI itu sendiri menurut Prabu, bisa terjadi menjelang detik-detik terakhir perkembangan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan yang sampai saat ini tak kunjung diselesaikan pemerintah pusat melalui DPR. Sementara itu, perpanjangan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DI Yogyakarta sudah akan berakhir sekitar tujuh bulan lagi, yakni Oktober 2012.
Pemerintah harus melihat akar masalah dan segera menyelesaikan wacana yang dapat membuat gelombang “kemerdekaan” didaerah lainnya merebak. NKRI adalah harga mati, apapun langkah yang nantinya diputuskan haruslah merupakan keputusan terbaik dan DIY harus tetap berada dalam pelukan Indonesia.
Sumber : tempo.co