Kegiatan terorisme yang terjadi di Indonesia berhubungan erat dengan faktor penyebaran radikalisme. Menurut penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekitar 2,5 masyarakat Indonesia memiliki paham radikalisme. Meskipun mempelajari paham radikalisme bukan berarti sebagai terorisme.
Hal ini dikatakan Direktur Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Petrus Golose, yang menegaskan pihaknya akan terus meningkatkan upaya preventif bersama berbagai pihak agar 2,5 persen yang memiliki paham radikal itu tidak terkooptasi menjadi teroris.
Petrus menambahkan, perlu ada perhatian terhadap dunia internet. Pasalnya, saat ini internet dijadikan media untuk penyebaran paham radikalisme. "Pengguna internet 30 juta lebih. Itu potensial penyebaran paham (radikal)," kata Petrus pada rapat kerja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (5/3/2012).
Hal senada diungkapkan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman yang menegaskan bahwa terorisme masih tetap akan menjadi ancaman ke depan. Pasalnya, kata dia, sulit untuk menghapus ideologi orang yang sudah tertanam paham radikal. "Dengan deradikalisasi diharapkan orang sadar tidak melakukan aktivitas untuk suatu tujuan dengan kekerasan," kata Sutarman.
Aparat keamanan wajib tanggap terhadap data yang memperlihatkan 2,5 masyarakat memiliki paham radikalisme, dan internet yang potensial menjadi mediumnya. Kitapun wajib bijak dalam memakai media, dan menghindari pemanfaatan negative yang berpotensi merusak tatanan masyarakat dan memecahbelah kesatuan nasional.
Sumber : kompas.com - dpt