Pahit manis kehidupan sudah dialami John Kei (42). Sejak usia belia, John memutuskan keluar dari tanah kelahirannya di Tutrean, Pulau Kei, Maluku menuju Surabaya tahun 1986. Dia tak malu harus hidup di kolong jembatan, dia pun berjuang sendiri untuk hidup. Setahun kemudian, dia datang ke Jakarta dan memperkenalkan dirinya sebagai John Kei meski nama aslinya John Refta.
Keahlian John dalam bergaul dan memberikan pengaruh juga akhirnya berdampak dengan lingkungan barunya di kawasan Berlan, Jakarta Pusat. John kemudian tumbuh sebagai orang yang ‘dituakan’. Ia dipercaya sebagai Ketua Angkatan Muda Kei sejak tahun 1998 sampai sekarang. Kini, dia memiliki belasan ribu pengikut setia.
Dia disebut-sebut memiliki bisnis jasa pengamanan, jasa penagihan, jasa konsultan hukum, dan pemilik sasana tinju Putra Kei yang memberikan kemakmuran. Tapi, kehidupan John tidak lepas dari catatan kriminal yang cukup panjang. John Kei sempat disandingkan dengan mafia Italia dan diberi gelar ‘Godfather Jakarta’ karena berbisnis layaknya mafia, tapi jarang tersentuh aparat kepolisian. John baru sekali divonis penjara tahun 2008.
Namun, menurut Tito Kei, John Kei tidak terkait kejahatan yang ada. “Terkadang ada adik-adik kita yang buat onar dan bilangnya anak buah John Kei. Padahal, sama sekali tidak disuruh, karena kadang mereka kesal kakak saya diapain, terus mereka tidak terima dan bertindak sendiri,” ungkap Tito beberapa hari lalu. Meski secara fisik kakaknya terlihat seram dan galak, sebenarnya dia adalah sosok penyayang. Dia juga dermawan
Hal ini terbukti dengan pembangunan sebuah gereja dan rumah pastor di kampung halaman mereka di Pulau Kei. John di sana menjadi penasihatnya. “Tapi gereja itu biayanya miliaran, akhirnya kakak saya yang bantu semua,” begitu papar Tito. Selain membangun gereja, John juga memutuskan untuk membantu 20 rumah warga di Pulau Kei yang masih beratapkan jerami. Tito mengetahui bahwa banyak orang yang mencap kakaknya seorang gangster. “Itu terserah orang menilai kami bagaimana. Kami tidak bisa halangi,” tandasnya.
Premanisme akhir-akhir ini menjadi topik yang hangat dibicarakan di Indonesia. Tapi itu tidak membuat kita bisa menilai seseorang, karena apapun yang dia lakukan, bukanlah hak kita untuk menghakimi. Kehidupan setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, yang terpenting adalah bagaimana memperbaiki hidup dan menghidupi hidup yang takut akan Tuhan.
Sumber : kompas.com/lh3