Disangka Maling, Dua Polisi Dibakar Massa

Nasional / 27 February 2012

Kalangan Sendiri

Disangka Maling, Dua Polisi Dibakar Massa

Budhi Marpaung Official Writer
3842

Aksi main hakim sendiri kembali terjadi di Indonesia. Dua anggota Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Polda Sumut) tewas dibakar massa pada Minggu (26/2) sekitar pukul 20.30 WIB. Kedua korban adalah Brigadir Ricardo Sitorus dan Brigadir Siregar. 

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman Nasution di Jakarta, Senin (27/2), mengatakan penganiayaan dilakukan oleh warga sekitar Desa Lau Bekeri Kecamatan Kutalimbaru dan warga Desa Sei Glugur Kecamatam Pancur Batu Sumut.

Menurut penjelasan Saud, peristiwa bermula saat pihak mereka akan menangkap bandar toto gelap (togel) berinisial K. Ketika mau ditangkap, tersangka justru melarikan diri sambil berteriak maling. 

"Hal tersebut menyebabkan warga di sepanjang jalan melempari mobil yang dikendarai lima anggota Polda Sumut itu. Setibanya di Jalan Glugur Rimbun Simpang Lonceng, kendaraan tim Ditreskrimum Polda Sumut itu dihadang sepuluh unit sepeda motor, sehingga kendaraan terhenti," ungkap Saud sebagaimana dikutip dari metrotvnews.

Sesudah itu warga menyeret mereka keluar mobil sambil memukuli. Saat penganiayaan berlangsung, korban berteriak bahwa mereka anggota Polri, namun teriakan tersebut tak ditanggapi dan langsung membakar kendaraan Kanit Reskrim Polsek Kutalim Baru tersebut. Dua personel ikut terbakar dan meninggal dunia di tempat kejadian perkara (TKP).

Adapun tiga anggota polisi lain yang lolos dari keberingasan massa adalah Brigadir Albertus Zebua, Brigadir Moses Mindo Purba dan Brigadir Bambang Irwanto.

Tindakan kekerasan di tengah-tengah masyarakat sudah cukup lama ada. Sejumlah sosiolog dan pemerintah bahkan telah melakukan berbagai cara agar masyarakat tidak menjadi “pengadil” di jalanan. Namun, fakta membuktikan masyarakat sering merasa mereka lah yang berkuasa sehingga layak menjatuhkan hukuman kepada seseorang atau sejumlah orang yang bersalah menurut mereka. Hal ini tentunya bahaya bagi supremasi hukum.

Oleh sebab itu, pemerintah, para peneliti dari perguruan tinggi, dan para pemuka agama perlu memikirkan bersama-sama kembali cara terbaik untuk mengedukasi rakyat Indonesia agar tidak cepat berlaku anarkis ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dianggap melanggar hukum atau pun norma-norma. Ini merupakan pekerjaan berat tentunya, tetapi jika mau melihat masyarakat Indonesia yang bermartabat maka edukasi hukum tidak boleh diabaikan.

Sumber : metrotvnews.com/bm
Halaman :
1

Ikuti Kami