Ada orang-orang yang mengganti pasangan hidup mereka secepat janji pernikahan itu menghilang. Seringkali alasan mereka adalah karena kekejaman mental. Tapi saya tidak berpikir sakit hati adalah dasar utama perceraian, misalnya hanya karena sakit hati bagaimana cara pasangan menekan odol, ataupun menaruh stoking di kamar mandi.
Bagaimanapun juga, saya memang berpikir bahwa kekerasan dalam rumah tangga ataupun sesuatu yang begitu menyakiti perasaan dan juga membahayakan tubuh bisa jadi sebagai penyebab dari perceraian.
Jika alasan kekejaman mental dari pasangan yang dijadikan alasan perceraian, hal itu harus sampai menyangkut keselamatan jiwa seseorang sehingga rasanya tidak mungkin untuk hidup bersama tanpa membahayakan jiwa salah satu pihak dari pasangan tersebut. Hal ini tidak termasuk jika pihak keluarga pasangan yang melakukan hal-hal itu kepada korban kekerasan.
“Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera” (1 Kor 7:15). Di dalam ayat tersebut, Paulus mengijinkan perceraian terjadi ketika pasangan yang tidak percaya meminta cerai terlebih dahulu.
Selain itu, pasangan yang keduanya merupakan pengikut Yesus tidak bisa bercerai. Perceraian dan menikah kembali untuk alasan apapun tidak boleh dilakukan ataupun sampai terpikir oleh kedua orang yang telah dipersatukan oleh Tuhan.
Sumber : cbn/lh3