Meningkatnya agama mayoritas di Bosnia - Herzegovina membuat aksi intoleransi kerap terjadi. Mirisnya bahaya ini tidak mendapat respon yang serius dari pejabat pemerintah yang seakan tutup mata membiarkan hal itu terjadi bahkan ikut mendukung aksi sesat tersebut.
"Tidak seorangpun dalam pemerintah yang berani melakukan sesuatu untuk menghalangi perkembangan ini (penindasan terhadap minoritas)," ujar Kardinal Puljic saat mengunjungi markas Aid to the Church in Need di Konigsberg, Jerman.
Puljic pun membeberkan penyebaran sekte radikal dalam mayoritas tersebut yang kian menjalar ke penjuru negara-negara Balkan. Diperkirakan sekitar 3,000 hingga 5,000 orang sekte salah satu mayoritas sudah berada di Bosnia-Herzegovina, tujuan utama mereka adalah mempengaruhi pemerintah. Akibatnya terjadi ketidakadilan terhadap kaum minoritas.
Sebut saja pembangunan dan renovasi gedung-gedung gereja di Bosnia-Herzegovina, memakan waktu hingga beberapa bulan hingga tahun, sedangkan bagi rumah ibadah lainnya, ijin tersebut didapatkan hanya dalam beberapa hari. "Kami adalah minoritas, namun kami adalah kaum pembangun yang ingin berkontribusi dalam menyukseskan kesejahteraan masyarakat." ujarnya.
Ketamakan akibat kepentingan politis memang kerap membahayakan bagi keutuhan sebuah negara. Terutama Bosnia yang telah lama menjadi medan pertempuran berdarah, kini menghadapi krisis toleransi beragama. Keadaan ini menjadi pengalaman untuk Indonesia bagaimana menghadapi bahaya kepentingan politis seperti ini.