Rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi mulai 1 April mendatang di wilayah Jabodetabek kembali mengundang kritik yang deras dari berbagai kalangan. Seperti biasanya, berbagai pihak menilai langkah ini akan membuat dampak yang kurang strategis bagi kehidupan rakyat selanjutnya.
Lebih lagi banyak pihak menilai pemerintah terlalu tergesa-gesa menerapkan kebijakan ini tanpa adanya persiapan yang matang. Seperti menyiagakan kebutuhan pertamax dan alat konversi gas yang dibutuhkan diseluruh SPBU, dengan waktu tersisa hanya sekitar 2,5 bulan saja. Hal yang tentu akan membuat masyarakat bertanya dan berspekulasi sendiri.
Namun satu hal yang harus dilihat adalah, ada beberapa poin dari kebijakan ini yang mempunyai manfaat. Diantaranya adalah kita tidak lagi terbelenggu oleh candu subsidi. Subsidi yang seharusnya selama ini dinikmati oleh rakyat kalangan bawah, justru lebih didominasi dan dinikmati oleh kalangan kelas menengah ke atas. Kalangan yang tentunya memang tidak berhak untuk menikmatinya.
Selain mengkritisi pemerintah, nampaknya kita sebagai masyarakat harusnya juga mawas diri untuk ikut memelihara stabilitas nasional. Ya, pemerintah memang wajib menyelesaikan pemerataan BBM secara general. Namun kitapun harus ikut mendukungnya dengan cara bertanggungjawab mempergunakan tiap fasilitas dan kemudahan yang diberikan juga disediakan oleh negara.
Cara sederhana namun begitu vital adalah kesadaran para kalangan kelas menengah ke atas (yang selama ini ikut menikmati subsidi BBM) untuk tidak ikut mempengaruhi dunia perdagangan dan ekonomi dengan menaikan harga hanya karena BBM bersubsidi (yang memang bukan haknya) dibatasi oleh pemerintah. Kesadaran sosial, seharusnya menjadi gaya hidup bernegara kita yang bertanggungjawab. Bukan lagi mengandalkan pemerintah, namun mengandalkan akal sehat berpikir kita sendiri.