Wacana pencabutan beberapa Peraturan Daerah soal Minuman Keras (Perda Miras) yang akan dilakukan oleh pemerintah karena bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, terus menuai kritik dan penolakan. Salah satunya adalah Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
Melalui ketuanya Andreas A Yewangoe melihat bahwa rencana pencabutan itu sangat tidak strategis, melihat masyarakat Indonesia yang masih belum bisa mengontrol diri jika sudah mabuk. "Secara normatif, orang yang minum-minuman keras itu kan bisa mabuk. Jika mereka sudah begitu, tentunya hal tersebut menjadi tidak baik. Jadi kami sangat kecewa kalau memang mau dicabut," kata Andreas, Rabu (11/1).
Rencana pencabutan tersebut awalnya dikatakan oleh Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek pada awal pekan ini yang menyatakan bahwa sembilan dari 351 Perda yang dicabut itu mengatur tentang pelarangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol atau minuman keras (miras).
Moenek pun mengatakan bahwa jika pemerintah daerah terkait tidak sepakat dengan pencabutan sebagian isi Perda Miras, maka Kemendagri mempersilakan mereka untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung. Terang saja hal ini menimbulkan badai kritik, terutama dari bebeerapa institusi keagamaan yang menilai pencabutan itu mencederai akal sehat. “Intinya, kalau itu memang dicabut, kami juga menolaknya,” ungkap Yewangoe.
Dasar apapun yang melatari rencana pencabutan perda tersebut wajib dikaji ulang, bahkan harus dihentikan. Karena pencabutan perda miras, sama saja melegalkan seluruh minuman keras untuk beredar. Dan akibat dari terlalu bebasnya hal itu dimasyarakat, tentu akan sangat merugikan. Hanya kalangan pebisnis sajalah yang diuntungkan. Sedangkan rakyat kembali menjadi korban.