Salah persepsi, berujung diskriminasi. Hal inilah yang baru saja terjadi kepada umat Kristen di Malaysia yang diancam hilang kewarganegaraan oleh salah satu petinggi Partai di negeri Jiran itu akibat dianggap mempertanyakan keabsahan Pasal 153 yang mengatur tentang hak perlindungan terhadap warganegara.
Pasal 153 itu sendiri berbunyi “Tanggung jawab Yang Dipertuan Agung untuk menjaga dan menjamin posisi khusus dari warga Malaysia dan penduduk asli dari negara-negara Sabah dan Sarawak serta 'komunitas lainnya' yang akan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.”
Pasal ini dinilai Ketua Umum Badan Pelayan Persekutuan Kristen Injili Nasional (NECF) Pdt. Dr. Eu Hong Seng telah disalahgunakan pemerintah untuk menakuti pihak lain dan melindungi hak kelompok mayoritas dalam negara itu.
Ternyata hal ini memicu kecaman dari pemimpin organisasi supremasi Pertubuhan Pribumi Perkasa Malaysia (Perkasa) Ibrahim Ali yang menyerukan untuk menjaga kemanan nasional dan pihak berwajib harus menghukum orang-orang yang dianggap 'melecehkan' Malaysia, karena h mempertanyakan pasal 153 dalam Konstitusi Malaysia.
Ibrahim Ali juga menyatakan akan memenjarakan umat Kristen yang mengkritisi dan mempertanyakan keabsahan pasal 153 dan merekomendasikan untuk menghukum dengan status kewarganegaraan “Non-Malaysia” yang dapat diartikan hilang kewarganegaraan.
"Kami hanya menyanjung apa yang ada di Konstitusi Federal, jadi mohon jangan memprovokasi kami lagi, sebab itu tak baik untuk negara. Kami sudah bersabar untuk waktu yang lama" ujarnya.
Umat Kristen, selayaknya umat lainya yang menjadi warga dalam suatu negara mempunyai hak dan kewajiban yang merata dan seimbang dalam segala bidang. Memperjuangkan kebenaran adalah sebuah kemuliaan, ketimbang mempertahankan peraturan yang diskriminatif sembari menghakimi pihak lain.
Sumber : berbagai sumber - niel