Pencurian sandal jepit yang dilakukan siswa SMK Negeri 3 kota Palu, Sulawesi Tengah, AAL (15), mengundang perhatian banyak pihak. Proses hukum yang sedang berjalan atas dirinya dianggap mencederai rasa keadilan di negeri ini. Ditambah lagi tetrdapat beberapa kejanggalan selama proses persidangan.
Sandal jepit yang diklaim sebagai milik Briptu Anwar Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng, membawa AAL ke pengadilan dengan ancaman penjara 5 tahun. Namun barang bukti yang dihadirkan di persidangan bukanlah sandal yang awalnya dikatakan hilang.
Dalam aduannya, Rusdi mengaku kehilangan sandal merek Eiger Nomor 43. Namun sandal yang dibawa jaksa sebagai barang bukti bermerek Ando nomor 9,5. Tak ada satu orang saksi pun yang melihat langsung apakah sandal bermerek Ando itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi.
Saat hakim Rommel F Tampubolon dan sejumlah pengacara AAL bertanya bagaimana Rusdi yakin bahwa sandal itu miliknya, Rusdi menjawab, “Saya ada kontak batin saat melihat sandal itu.” Tak hanya sampai di situ, saat hakim meminta Rusdi untuk mencoba, tampak jelas bahwa sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar.
Seruan untuk membebaskan AAL karena dianggap mencederai rasa keadilan rakyat terus berdatangan dari berbagai pihak. Bahkan Seto Mulyadi selaku Ketua Dewan Pembina Komnas Anak Indonesia meminta hakim membebaskan AAL dan memulihkan harkat dan martabat AAL sebagai seorang anak. Seruan pembebasn itu juga dilakukan oleh para pengunjuk rasa yang berasal dari HMI Palu, Laskar Merah Putih, siswa sekolah, seniman dan komunitas seta berbagai LSM. Gerakan pengumpulan 1.000 pasang sandal jepit di tingkat akar rumput juga terus dilakukan oleh masyarakat di Jakarta, Solo, Yogyakarta dan Palu sebagai aksi solidaritas mendukung AAL.
Meskipun belum mengeluarkan pernyataan apapun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikatakan turut mengikuti pemberitaan persidangan kasus ini. Hal ini dikatakan oleh Juru Bicara Presiden Julian Adrin Pasha kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (04/01), sebagaimana dilansir kompas.com.
Kasus ini juga mendapat perhatian dari media internasional. Harian The New Zealand Herald dan situs berita Boston.com melaporkan kasus ini dengan judul, “Indonesia’s new symbol for injustice: Sandals”. Berita ini ditulis oleh kantor berita Amerika Serikat, Associated Press.
Kasus sandal jepit di kota Palu haruslah menjadi awal penegakan hukum yang sejati di Indonesia. Jangan sampai penegakan hukum hanya diterapkan pada rakyat kecil yang tak berdaya, namun tak mampu menjerat para penjahat berdasi yang memiliki uang dan kekuasaan.
Sumber : kompas