Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di negeri ini kembali terjadi dan menambah panjang deretan kasus lainnya yang belum terselesaikan. Pelanggaran HAM terakhir yang diungkap ke permukaan dan menjadi wacana panas di media dan masyarakat adalah peristiwa di Mesuji, Lampung, dan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan.
Peristiwa berdarah pada 21 April 2011 yang menurut sumber dari perwakilan masyarakat, mengakibatkan 30 warga lokal meregang nyawa akibat sengketa lahan perkebunan kelapa sawit antara penduduk lokal dengan pihak perusahaan sawit. Warga yang menjadi korban kebrutalan di dua tempat tersebut pun mengadu ke Komisi III DPR pada Rabu (14/12) dengan membawa video yang merekam peristiwa itu.
Bukti video (dapat diunggah di youtube) itupun membuat para wakil rakyat kaget, terlebih masyarakat luas, dalam dan luar negeri yang mempertanyakan mengapa sengketa tersebut berubah menjadi ajang pembunuhan dengan keterlibatan aparat kepolisian didalamnya. Lebih disayangkan lagi adalah tidak adanya publikasi dari aparat mengenai masalah yang sudah dimulai pada 1982 ini sebelumnya. Sehingga mengundang kecurigaan bahwa ada kesengajaan untuk menutupi kasus itu.
Ketidakterbukaan, unsur kepentingan dan pembiaran nampaknya terus menerus menjadi virus yang menggerogoti pencarian keadilan atas peristiwa masa lalu di Indonesia. Memang kita harus mengampuni, namun ada aspek humanitas dan keadilan yang harus kita hormati agar peristiwa dan tindakan pembiaran yang sepertinya terus dihadirkan ini tidak terjadi lagi.
Pemerintah harus punya hati rakyatnya sendiri agar peka dan tanggap terhadap berbagai masalah yang terjadi menimpa rakyatnya sendiri, terutama penindasan. Aparat kepolisian harus sadar serta kembali membaca dan menghayati lagi arti dari slogan mereka “Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat.” Mesuji haruslah menjadi babak terakhir tragedi di Indonesia untuk memutus rantai cerita sedih di negeri ini.