Suami di Bawah Ketiak Istri

Family / 8 December 2011

Kalangan Sendiri

Suami di Bawah Ketiak Istri

Budhi Marpaung Official Writer
16989

Hidup Afung penuh dengan ketakutan sejak ia berkeluarga. Afung masih ingat dengan jelas ketika ibunya memintanya menikah dengan anak seorang kerabat.

“Saya bilang ‘Ya udah kalau memang mama setuju, ya udahlah jalanin aja’,” ujar Afung.

Perjodohan itu berlangsung. Saat itu untuk pertama kalinya, Afung bertemu dengan Cucu, calon istrinya – gadis cantik dan manis. Kedua pihak begitu setuju, mereka memutuskan untuk menikah. Sejak saat itu kehidupan Afung berubah karena istrinya memiliki amarah yang tak terkendali.

“Kalau udah ribut, gak sadar bawanya pisau,” ungkap Afung.

“Setiap kali ribut ada suara dalam hati saya berkata 'udah bunuh aja suami kamu.' Istilahnya kan karena saya dendam. Dendam sama laki-laki,” kata cucu.

“Saya ingat papa saya gerayangin pembantu. Saya juga lihat mama saya tiap kali ribut. Saya pun dibuat sebal akhirnya sama keluarga saya karena yang ada ribut melulu. Saya bilang, ‘ma, kenapa sih gak cerai sama papa saja? Buat apa orang itu dipertahankan? Tetapi mama saya tidak bisa cerai dari papa saya,”

Ayah yang jahat, itu yang tertanam dalam benak Cucu. “Jadi rasa dendam saya, saya lampiaskan kepada suami saya,”

“Saya ingat papa saya tuh gerayangin pembantu, saya pikir suami saya akan begitu. Laki-laki itu paling nyakitin cewek, nantinya juga dia selingkuh,” tambahnya dengan wajah datar.

“Waktu dia mau tusuk saya dengan pisau pada saat ribut besar itu, malah saya yang ngerayu dia baik-baik,” pungkas Afung,

“Istilahnya kayak anak kecil. Kalau dia belum bobo, saya tidak tenang. Kalau dia tidur, hati saya baru tenang. Pas dia tidur, saya suka berdoa, ‘Ya Tuhan, ampuni dia’,” tambahnya.

Afung menjadi suami yang begitu sabar. Dia tidak pernah membalas dengan kekerasan.

“Saya suka lihat orang tua saya. Dia baik kok. Dia gak pernah ada cek-cok di rumah tangga. Mama saya gak pernah mengeluh. Mama saya tiap hari mengajak kami berdoa. Oleh sebab itu saya lihat teladan mama papa saya dan saya yakin suatu hari istri saya pasti berubah”

Tahun-tahun berlalu, sifat Cucu pun tak berubah. “Saya tuh gak ngerti harusnya bagaimana hidup berumah tangga. Maunya saya, keluarga saya mendengarkan semua kemauan saya. Jika saya sudah bilang begini, begini, begini, mereka harus mengikuti saya”

Bahkan saat di toko, telepon seakan tidak pernah berhenti berdering. “Istri saya gak pernah nanya, ‘Udah makan belum?’ Malahan yang ia tanya ‘jual apa hari ini?’” papar Afung.

“Kita manusia kalau tidak ada duit, tidak bisa hidup. Saya tidak mau hidup susah,” jelas Cucu.

“Maka kadangkala timbullah bohong. Sebenarnya kan tidak boleh bohong sama istri? Tapi kalau gak begitu, nanti ribut lagi,” elak Afung.

Namun kebohongan tetaplah kebohongan. Sampai suatu saat Afung merasakan akibatnya.

“Saya kan tidak tahu keadaan suami. Ternyata pada suatu saat, dia udah mulai jatuh, dia tidak terus terang. Dia pikul sendiri,”

Afung bekerja keras demi istri dan keluarganya. Namun, saat bisnisnya jatuh, justru inilah yang ia terima. Sampai pada suatu saat Afung mengambil sebuah keputusan untuk meninggalkan rumah.

Perjalanan yang ia tempuh membawanya ke rumah adiknya. Disana, ia mencurahkan apa yang ada di dalam hatinya selama ini. Saran dari sang adik untuk pulang ke rumah tidak ia tanggapi.

Di tempat lain, Cucu yang ditinggalkan Afung mulai menyadari kesalahan-kesalahan yang perbuat terhadap sang suami selama 16 tahun pernikahan mereka. Ia pun menyesal tindakan bodohnya tersebut. Ia tahu saat itu bahwa tanpa sang suami, ia tidak memiliki kekuatan apa-apa. Sebuah doa pun ia naikkan kepada Tuhan.

“Saya bilang sama Tuhan, ‘hartaku adalah keluargaku’. Saya percaya dan yakin saat ini pun pertolongan-Mu tak pernah terlambat. Bila mana anak-Mu berseru kepada-Mu, pasti Engkau dengar,”

“Ternyata datang hikmat. Belasan tahun saya tidak pernah berbicara lembut kepada suami saya. Pelan-pelan saya pun mulai memencet keypad ponsel saya,”

Hati Afung sudah tertutup rapat, namun sepatah kata dalam sms itu membuka kembali celah dalam hatinya. “Sms-nya cuma singkat, ‘Apakah kamu masih mencintai saya? Maafin saya sedikit saja’ . Seumur-umur dia tidak pernah tanyakan itu, tetapi kok saat itu malah ia bilang, ‘Apakah kamu masih mencintai?’”

Pengakuan Cucu akan kesalahannya membantu meluluhkan hati Afung. Sejak itu, mereka berjanji untuk saling memahami satu dan lainnya.

Seiring berjalannya waktu, Cucu sudah berubah. Kini ia telah mengampuni ayahnya. Hidupnya berubah karena seorang pria yang dikirimkan Tuhan ke dalam hidupnya.

“Memang mungkin laki lebih banyak menyakiti perempuan, tetapi pasti adalah laki yang baik, yang sayang keluarga, buktinya suami saya,” pungkas Cucu.

“Kalau sabar kan tetap pasti ada nilainya. Kalau saya tidak begitu, keluarga saya tidak akan ada disini,” kata Afung.

“Tuhan itu luar biasa. Dia sangat melindungi keluarga makanya sampai hari ini saya diberikan kesabaran oleh Tuhan,” tutupnya.

Sumber kesaksian :
Afung
Halaman :
1

Ikuti Kami