Gara-gara menge-tweet hal-hal yang sifatnya hoax, Gilberto Martinez Vera (48) terancam hukuman 30 tahun atas tuduhan terorisme dan sabotase setelah rangkaian tweet bohongnya mengenai penyerangan bersenjata di sekolah. Ulah pria ini menimbulkan gelombang kepanikan di Kota Veracruz, Meksiko yang berakibat fatal.
Peristiwa ini bermula pada 25 Agustus lalu, saat penduduk kota ini merasakan ketegangan setelah sekelompok mariner melakukan konvoi di jalan-jalan Kota Veracruz. Mereka mengira akan terjadi konfrontasi antara tentara dengan geng mafia karena kota ini memang telah berminggu-minggu dilanda konflik bersenjata yang terkait dengan perdagangan narkotik. Saat seperti inilah, Gilberto yang bekerja sebagai pengajar di sekolah swasta mulai mengirimkan pesan yang menyebarkan ketakutan.
“Kakak iparku mengatakan ada penculikan lima anak di sekolah mereka,” ujarnya dalam Twitter, padahal penculikan itu sama sekali tidak terjadi. Ia kembali mengirim pesan di Twitter bahwa dia tidak tahu kapan peristiwa itu terjadi, namun ia mengatakan bahwa hal itu benar. Hal ini membuat nomor telepon darurat rusak dan berhenti beroperasi karena tidak mampu menampung banyaknya pesan dari warga yang ketakutan. Selain itu, terjadi 26 kecelakaan mobil, orang-orang juga meninggalkan mobil mereka di jalanan lalu berlari menjemput anak mereka di sekolah.
Namun, menurut pembela Gilberto, Claribel Guevara, rumor itu telah ada sebelum tweet dikirim dan kliennya hanya meneruskan apa yang dikatakan orang-orang sebelumnya. Pengacaranya membela bahwa Gilberto juga tidak pernah mengatakan bahwa dia orang pertama yang mengetahui peristiwa tersebut. “Bagaimana mungkin mereka melakukan ini padaku hanya karena melakukan Retweet? Maksudku, itu hanya 140 karakter. Ini sama sekali tidak logis,” ujar Guevara mengutip ucapan kliennya.
Tulisan yang kita buat di twitter, facebook, dan social media lainnya dapat menjadi bumerang buat diri kita sendiri jika apa yang kita tulis atau balas memberikan dampak buruk bagi orang lain. Karena tulisan itu sama seperti perkataan, terkadang tidak terkontrol. Alkitab sudah mencatat bahwa kita harus dapat menguasai lidah kita, sama seperti tulisan. Karena itu, berhati-hatilah dalam menulis ataupun berkata-kata.
Sumber : tempointeraktif/lh3