Kehidupan Ayub yang begitu indah, mempunyai istri dan anak-anak, kekayaan melimpah, sekejap mata habis begitu saja. Anak-anaknya meninggal dan harta kekayaannya habis. Bahkan badan Ayub menjadi penuh barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya (Ayub 2:7). Ayub harus mengambil sekeping beling (yang berarti tajam) untuk menggaruk badannya dan dia duduk di tengah-tengah abu pula. Istrinya malah bertanya, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!”
Ucapan yang sangat tidak membangun dan mematahkan semangat, apalagi ketika kita memikirkan kondisi Ayub yang pada awalnya begitu penuh kebahagiaan berubah drastis menjadi begitu mengibakan. Lalu, datanglah sahabat baiknya. Kita pikir, mungkin mereka akan memberikan dia tempat tinggal, obat-obatan, ataupun makanan karena sekarang dia sudah miskin, tapi nyatanya apa yang mereka lakukan? Memang mereka ikut menderita bersama selama tujuh hari. Tapi setelah itu?
Di tengah kesengsaraan, Ayub harus mendengarkan pendapat dari ketiga temannya yang mengambil kesimpulan mengapa Ayub bisa seperti itu. Sahabat baiknya itu malah menyalahkannya dengan mengatakan dosanya begitu besar. Mungkin saat itu dunia Ayub hancur rubuh. Istrinya menyuruhnya untuk mati, teman-temannya pun tidak mengasihani dia tapi malah menasehatinya.
Dalam menghadapi setiap omongan orang-orang di sekitarnya itu, di kisah selanjutnya Ayub seringkali berkeluh kesah. Mungkin sedikit banyak merasa tersudut dengan perkataan para sahabatnya. Sedikit banyak tak mengerti mengapa kehidupannya bisa begitu mengenaskan. Sedikit banyak menyesali keadaannya. Sampai akhirnya, Tuhan menjawab Ayub dari dalam badai.
Seringkali kita membiarkan orang memberikan opini atau pendapat mereka tentang kita. Bisa jadi pendapat mereka itu sangat membangun dan membuat kita dikuatkan. Tapi kebanyakan, opini-opini yang dikemukakan orang lain kepada kita malah membuat kita merasa sebagai manusia yang tidak berguna. Tapi ingatlah satu hal. Apa yang engkau percayai tentang dirimu, itulah yang akan menentukanmu dan bukannya omongan orang. Sedikit banyak orang-orang lain akan mempengaruhimu, tapi engkau adalah penentunya. Anda juga harus mendengarkan suara Tuhan yang berbicara bagi Anda dan mengijinkan Dia mengatur langkahmu. Maka hidupmu akan seperti Ayub, Tuhan berikan kelimpahan.
Sumber : jawaban.com/lh3