Di dunia saat ini, seks seringkali direpresentasikan dengan sesuatu yang tidak ada artinya. Jika Anda menyewa film atau pergi nonton ke bioskop, Anda akan menemukan pesan yang jauh dari kebenaran tentang bagaimana Anda dapat berhubungan seks “tanpa adanya ikatan”.
Media populer sering menggambarkan seks sebagai sebuah tindakan tanpa konsekuensi yang membawa kesenangan, sesuatu yang harus dimiliki oleh orang dewasa baik mereka menyetujui untuk menikah atau tidak. Perselingkuhan bahkan ditampilkan sebagai tambahan positif bagi pernikahan. Namun, Alkitab secara jelas memerintahkan kita untuk melakukan sebaliknya.
Dalam pernikahan, saya menyadari betapa banyak budaya seks tanpa arti ini dapat mempengaruhi pasangan menikah bahkan yang secara fisik tidak melakukan perzinahan.
Dalam Matius 5:28 dikatakan, Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Seringkali harus saya akui, saya terjebak di dalam humor atau sindiran-sindiran yang sering terdengar dalam percakapan orang dewasa. Hal itu menjadi suatu hal yang sangat umum saat ini bahkan tidak lagi mengejutkan untuk mendengar lelucon jorok atau saat ada kata yang menyimpang mengotori percakapan. Topik yang dulu pernah membuat Anda bergeming saat ini menjadi suatu hal yang biasa tanpa perlu berpikir dua kali untuk mengatakannya.
Masalahnya adalah Anda seharusnya tersentak saat mendengar orang lain berbicara mengenai seks atau menjelaskan hal-hal dengan cara yang tidak pantas. Dengan Anda tidak menyadari dampak dari percakapan ini dapat mempengaruhi pernikahan Anda dan anak-anak dengan cara yang tidak akan langsung terlihat.
Terdapat perilaku dimana beberapa pasangan yang sudah menikah begitu berpikiran terbuka satu sama lain dengan memiliki sedikit gairah nafsu kepada orang lain, selebriti atau sebaliknya, hanya menyimpannya di dalam pikiran. Tuntutan masyarakat justru akan berpikir ada sesuatu yang salah dengan Anda jika Anda tidak memiliki pikiran maupun perasaan itu.
Dalam kurun waktu yang cukup lama, saya pikir bukanlah masalah bagi saya maupun suami untuk memiliki perasaan-perasaan itu, toh semua orang juga sepertinya melakukan hal yang sama. Saya juga merasa salah jika harus komplain kepada suami jika ia terkadang menunjuk wanita lain yang terlihat menarik. Saya tidak ingin menjadi satu-satunya istri dari teman-temannya yang merasa tidak nyaman dengan suami yang matanya jelalatan, terutama jika itu hanya sekedar pandangan sekilas. Suami sayapun akan merasakan yang sama ketika saya yang melakukan hal itu.
Meskipun kami tahu kami tidak berselingkuh secara fisik satu sama lain, hal ini membangun rasa tidak aman di dalam diri kami.
Tuhan tidak menginginkan kita untuk memiliki pikiran yang kotor. Pikiran-pikiran tersebut bisa menjadi pintu gerbang bagi perbuatan dosa. Mengizinkan pikiran Anda memiliki hal-hal seperti itu dan berpikir bahwa pasangan Anda tidak masalah dengan hal itu bisa menjadi kombinasi yang berbahaya. Selain itu, berbicara mengenai orang lain dengan bahasa yang seperti itu dapat memberikan kesan buruk bagi Anda dan juga hubungan Anda.
Kata-kata bermuatan seks yang digunakan untuk menggambarkan wanita bahkan pria sekalipun merupakan hal yang ofensif. Kata-kata itu bahkan memiliki singkatan yang sangat populer sehingga digunakan di majalah. Ungkapan yang dianggap sebagai singkatan cerdas sesungguhnya tidaklah memiliki etika dan kesopanan sama sekali. Namun tetap saja kata-kata ini digunakan hingga saat ini sehingga baik wanita atau pria menganggapnya sebagai sebuah bentuk keirian atau bahkan kehormatan yang dapat dibanggakan.
Saya dan suami memiliki percakapan panjang mengenai masalah ini. Untuk pertama kalinya kami benar-benar secara terbuka mendiskusikan perasaan kami mengenai hal tersebut dan sangat menarik untuk mendengarkan pendapat orang lain. Kami berdua sepakat bahwa janji nikah yang kami lakukan tujuh tahun lalu di hari pernikahan kami lebih penting daripada sekedar lelucon maupun kerlingan sekilas.
Sebagai orangtua kami ingin agar anak-anak kami menghargai tubuh mereka dan menghormati diri mereka sendiri. Saya tidak pernah ingin putri maupun putra kami berpikir bahwa bukanlah masalah untuk memiliki seks yang tidak bermakna. Saya tidak ingin mereka percaya bahwa ini merupakan cara bagaimana mereka seharusnya bersikap atau itulah cara mereka untuk menemukan cinta. Jika saya dan suami memberikan teladan yang baik akan bagaimana seharusnya pernikahan itu sebenarnya, menghilangkan pesan-pesan keduniawian mengenai seks, maka mereka akan belajar bagaimana memiliki sikap yang murni dan penuh penghargaan.
Meskipun mereka belum memperhatikan hal itu saat ini, tapi mereka pasti akan memahami hal itu saat mereka bertumbuh dewasa. Kami ingin agar kesucian pernikahan merupakan sesuatu yang dihormati anak-anak kami. Kami ingin mereka melihat bahwa seorang pasangan pantas untuk dihormati dan sebuah hubungan harus terhindar dari kenajisan seksual.
Sumber : cbn.com