Pakistan bukannya tidak menghadapi tantangan paska setahun berlalu dari bencana banjir besar yang menghancurkan wilayah seluas Inggris, dan Anila Suleman beserta keluarganya merupakan beberapa korban beruntung yang selamat. Anila berusia 16 tahun dan sedang hamil tua ketika Pakistan dilanda banjir terburuk dalam sejarah selama 90 tahun terakhir di musim panas lalu. Saat air terus naik dengan cepat, ia ingat bagaimana ia harus berenang keluar dari rumahnya.
“Saat itu saya sedang tidur di malam hari dan dibangunkan suami saya yang melihat bagaimana banjir masuk melanda rumah kami,” ujarnya.
Bersama dua anak dan ibu mertua yang berusia 60 tahun, mereka berhasil menyelamatkan diri ke atap gedung di dekatnya. Selama tiga jam mereka berada di atap rumah tersebut dan hanya bisa berdoa ada seseorang yang akan datang menyelamatkan mereka. Ketika air terus meninggi, Anila yakin mereka akan mati. Namun mereka berhasil naik ke sebuah perahu yang lewat dan dibawa ke kamp Golarchi, yang telah dipersiapkan untuk para korban banjir.
Namun kelegaan atas penyelamatan itu tidak berlangsung lama ketika mereka tiba di kamp dan harus mendapati kenyataan bahwa kamp telah penuh terisi dan tidak tersedia cukup makanan bagi mereka dan 150 keluarga lainnya. Tanpa adanya tempat untuk tinggal, keluarga Anila tidak memiliki pilihan lain selain tidur di udara terbuka dan disiram hujan tiada henti.
“Saya yakin bayi saya sudah meninggal saat itu karena ia tidak lagi bergerak di dalam rahimku,” ujar Anila. “Saya pikir kami telah kehilangan dirinya, tetapi suami saya membawa saya ke sebuah klinik dimana mereka menguji darah saya dan dia ternyata baik-baik saja.”
Delapan belas hari setelah tiba di kamp, Anila melahirkan anaknya, Sahib, tanpa bantuan medis. Hanya ada pertolongan dari ibu mertuanya Hadra. Hadra mengatakan, “Saya berterima kasih kepada Tuhan bahwa cucu saya lahir dengan selamat. Saya juga menolong putri saya melahirkan beberapa hari sebelumnya. Sungguh merupakan sebuah keajaiban kedua bayi ini lahir sehat di tengah segala kekacauan,.”
Ketika Anila dan keluarganya kembali ke desa mereka, semuanya telah hancur oleh banjir. Namun mereka berhasil bertahan tahun lalu. Tearfund membantu keluarga Anila dan komunitas mereka untuk kembali membangun kehidupan dan mata pencaharian mereka dengan menyediakan benih padi dan pupuk untuk tanaman yang dapat dipanen Oktober mendatang.
Anggota masyarakat juga dibayar oleh badan pembangunan untuk mengerjakan perbaikan jalan dan menggali saluran irigasi. Dengan uang yang mereka terima, masyarakat ini tidak hanya sanggup membangun kembali komunitas mereka, tapi juga memiliki uang yang mereka butuhkan untuk memberi makan dan mendukung keluarga mereka.
Ketika ditanya bagaimana ia akan merayakan ulang tahun pertama anaknya, Anila menjawab, “Kami tidak merayakan ulang tahun. Saya bersyukur setiap hari karena keluargaku sanggup bertahan dan kami memiliki tempat untuk beristirahat.”
Ucapan syukur pasti akan terasa lebih indah setelah melewati masa-masa sukar yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Namun di tengah segala kesukaran, Tuhan tetap menunjukkan hasil karya-Nya melalui mukjizat yang dilakukannya dalam hidup kita.
Sumber : christiantoday