Rancangan Damai Sejahtera Tuhan Bagi Tabitha

Family / 19 July 2011

Kalangan Sendiri

Rancangan Damai Sejahtera Tuhan Bagi Tabitha

Lois Official Writer
7151

Tabhita lahir dari keluarga yang kurang mampu. Ayahnya hanyalah seorang penjahit kecil di Magelang. Untuk menopang ekonomi keluarga ibunya juga harus membantu ayahnya dengan berjualan di warung.

Karena ditipu oleh orang. Orangtua Tabhita terbelit oleh hutang yang akhirnya membawa mereka ke jurang kemiskinan. Setiap harinya datang penagih hutang dan mau tidak mau Tabhita harus berbohong kepada mereka. Jika datang para penagih hutang maka ibu atau ayahnya akan sembunyi di bawah kolong meja atau sembunyi di kamar mandi, dan kejadian itu berlangsung lama. Bahkan untuk melunasi hutang tersebut kedua orangtuanya pernah berniat menjual ginjalnya, namun uhan tidak mengijinkannya. Ketika ada peminat, golongan darah mereka tidak ada yang cocok.

Tabhita anak ke-2 dari 5 bersaudara. Dengan keadaan demikian, untuk kehidupan sehari-hari dan membayar biaya sekolah mereka harus menghadapi pergumulan yang berat. Hal itu semakin dirasakan ketika ia memasuki bangku SMP. Saat itu mereka sampai tidak bisa membayar uang sekolah. Namun Tabhita tergolong anak yang memiliki prestasi di atas rata-rata di sekolahnya, sehingga ia mendapat beasiswa sampai lulus SMA.

Mengenal Tuhan Yesus secara pribadi

Ketika masa tenggang waktu kelulusan SMA menuju perguruan tinggi, seorang temannya memberikan Tabhita sebuah buku yang menjadi momentum awal proses kelahiran barunya.

Buku itu menceritakan tentang kesaksian seorang anak Tuhan di Jepang yang mengorbankan dirinya demi menyelamatkan orang-orang di dalam kereta api. Buku itu begitu menyentuh hatinya. Saat itu ia menangis merasakan jamahan Tuhan di dalam hidupnya untuk pertama kalinya.

Saat itu juga ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan apapun panggilan Tuhan di dalam hidupnya. Doanya, "Tuhan, aku mau Engkau pakai aku jadi hambaMu." Saat itu ia memutuskan untuk masuk sekolah Alkitab. Namun Tuhan punya rencana lain di dalam hidupnya. Pendaftaran di sekolah itu sudah ditutup. Tabhitapun menangis dan bertanya apa maksud Tuhan di balik semua ini.

Kuliah karena mukjizat

Suatu hari seorang teman ayahnya dari Jogya datang ke Magelang untuk mengunjungi keluarga mereka. Di situ mereka sharing mengenai apa yang mereka alami hari-hari ini. Akhirnya sahabat ayahnya itu mengajak Tabhita ke Jogya untuk ikut tes UMPTN.

Puji Tuhan, Tabhita diterima di FISIP UGM tahun 1994. Namun keluarganya tidak memiliki biaya untuk melanjutkan studinya. Di situ Tabhita menangis lagi di kaki Tuhan supaya Tuhan buka jalan. Oleh kemurahan Tuhan, sahabat ayahnya itu menolong keluarga ini untuk membayar biaya pendaftaran supaya Tabhita dapat meneruskan studinya ke perguruan tinggi.

Di kampus inilah Tabhita bertemu dengan kakak rohaninya yang membimbingnya untuk lahir baru dan kemudian ikut di dalam pemuridan di persekutuan kampus Maranatha yang dikomandoi oleh Eriel Siregar (eks-host SOLUSI).

Tiga tahun setengah Tabhita hidup dari satu mukjizat ke mukjizat lainnya. Ia hidup dan kuliah dari ketidakmampuan orangtuanya untuk membiayainya. Satu bulan sebelum wisuda, Tabhita diterima bekerja sebagai tenaga accounting merangkap sekretaris di sebuah diskotek di Jogya. Bidang pekerjaan yang berbeda dengan ilmu yang dipelajarinya sewaktu kuliah. Tabita tidak pernah memiliki tabungan. Karena hidupnya dari hari ke hari sangat bergantung kepada pemeliharaan Tuhan.

"Hidup saya bergantung kepada Tuhan seperti bergantung pada selembar benang. Kalau bukan pertolongan Tuhan, tidak tahu bagaimana hidup saya." Di diskotek itu Tabhita dianggap orang aneh karena gaya hidupnya tidak seperti mereka. Mereka bilang Tabhita salah masuk kerja di sini. Meskipun kerja di tempat yang dianggap orang negatif, tapi Tabhita hidup benar dan tidak mau neko-neko karena tujuan utamanya adalah menghidupi keluarganya.

Pencobaan demi pecobaan dihadapi Tabhita

Setelah tiga belas bulan bekerja di diskotek tersebut, Tabhita dihadapkan pada pergumulan yang berat. Ibunya harus masuk penjara selama 6 bulan dengan tuduhan Kristenisasi. Sedangkan ibunya menjadi salah satu tulang punggung keluarga berhubung ayahnya suka ditipu ketika bekerja atau mencoba membuka usaha kecil-kecilan.

Waktu itu adik-adik dan kakak Tabhita semuanya masih sekolah dan sedang kuliah. Hanya Tabhita sendiri yang sudah lulus kuliah dan sudah bekerja. Ketika mendengar berita itu Tabhita menangis karena begitu berat beban yang harus ditanggungnya. Dialah yang harus menggantikan peran ibunya di dalam menghidupi keluarganya. Sementara keluarganya memiliki banyak hutang yang harus segera diselesaikan.
Tahun 1998, suatu hari Tabhita melihat ada lowongan di Departemen Tenaga Kerja. Waktu itu Depnaker membuka dua lowongan, yaitu menjadi pekerja pabrik di Malaysia atau menjadi pembantu rumah tangga di Singapura.

Karena pertimbangan mendapatkan penghasilan yang lebih besar, Tabhita memilih menjadi pembantu rumah tangga di Singapura. Padahal waktu itu di televisi sedang hangat pemberitaan banyak pembantu rumah tangga asal Indonesia yang mendapat perlakuan kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Tabhita sempat mengalami ketakutan dan hanya bisa berserah kepada Tuhan. Semua itu dilakukannya demi keluarganya.

Akhirnya Tabhita berhenti kerja dan ia diberi uang pesangon. Setelah itu ia masuk masa karantina di Cirebon untuk menunggu diberangkatkan ke Singapura. Tuhan menunjukkan perkenanNya atas Tabhita. Baru 5 hari masuk karantina Tabhita sudah memiliki majikan. Akhirnya pada hari ke-20, tepat pada tanggal 29 November 1998 Tabhita berangkat ke Singapura, sementara calon TKW yang lain harus menunggu berbulan-bulan untuk diberangkatkan.

Saat mau berangkat ke Singapura, Tabhita berdoa supaya Tuhan memberikan majikan yang baik. Doanya dijawab Tuhan karena selama bekerja 4 tahun majikannya yang penganut Budha itu memang sangat baik dan memperlakukannya seperti anggota keluarga sendiri.

Selama bekerja 4 tahun di Singapura, setiap bulan Tabhita mengirim hampir seluruh gajinya kepada keluarganya di Magelang. Yang ada dipikirannya hanyalah apakah keluarganya masih bisa makan dan adik-adiknya masih bisa sekolah? Bagi Tabhita, ia merasa cukup karena setiap hari bisa menikmati makanan yang wajar dan tempat tinggal yang layak di rumah majikannya itu. Tapi bagaimana keluarganya di Magelang? Belum lagi keluarganya memiliki banyak hutang yang harus diselesaikan.

Namun majikannya sangat baik hati. Mereka selalu mengetahui jika Tabhita memiliki pergumulan dan beban yang berat. Mereka menjadi sahabatnya dan selalu menguatkan, menghibur serta memberikan kata-kata motivasi agar Tabhita kuat menjalani proses hidupnya.

Majikannya memperlakukan Tabhita seperti keluarga sendiri. Di dalam keluarga besar dan rekan-rekannya, mereka tidak menganggap Tabhita seorang pembantu rumah tangga di keluarga mereka. Bahkan mereka melewati makan malam bersama. Di salah satu sisi Tabhita menghadapi pembentukan karakter lewat anak majikannya dan nenek tersebut, tapi di sisi lain ia merasa dihibur dengan kebaikan hati majikannya. Mereka mau memberikan telinga mereka untuk mendengar segala curahan hati Tabhita. Selama 4 tahun bekerja di Singapura, ternyata Tuhan mempersiapkan Tabhita untuk satu masa di mana ia akan mendapat berkat yang besar di kemudian hari. Tanpa ia sadari selama 4 tahun di Singapura, Tabhita menguasai percakapan dalam bahasa Inggris dengan baik. Selain itu ia mendapat banyak pelajaran hidup dari majikannya.

Namun tidak semua harapannya tercapai. Adiknya yang ia support secara finansial untuk kuliah ternyata memilih menikah ketika duduk di semester IV. Uang yang ia kirim kepada orang tuanya setiap bulan ternyata tidak dapat melunasi hutang-hutang keluarganya. Semua yang dilakukannya seakan-akan sia-sia dan tidak menghasilkan apa-apa. Sampai Tabhita sendiri tidak dapat melihat gambaran masa depannya itu seperti apa. Akhirnya tepat pada tanggal 29 November 2002 Tabhita pulang ke Indonesia.

Tabhita dipersiapkan Tuhan

Sampai di Indonesia Tabhita melamar ke 5 perusahaan setelah melihat lowongan di koran. Tabhita di diterima bekerja di perusahaan direct marketing yaitu PT Arco Prima yang berkantor di Menara Imperium Kuningan. Tabhita hanya bekerja selama 2 bulan di tempat ini karena jam kerjanya begitu padat. Ia nyaris tidak punya waktu karena pagi-pagi sudah harus berangkat ke kantor dari tempat tinggalnya di Cijantung ke Kuningan. Begitu juga pulangnya sudah larut malam. Waktu saat teduh dan membaca Alkitabnya ia lakukan di bis. Kemudian ia melamar pekerjaan di tempat lain dan akhirnya diterima bekerja di PT Andi Putra, sebuah perusahaan forwarder di daerah Pangeran Jayakarta. Di perusahaan ini Tabhita mendapat gaji lebih tinggi dari karyawan lainnya.

Kerinduan Tabhita agar kehidupan keluarganya terangkat tidak pernah padam. Ia mencoba menggugah hati ibunya agar mau pindah ke Jakarta. Karena ibunya bisa membuka warung. Dengan berat hati karena harus meninggalkan suami dan anak-anaknya untuk sementara waktu, akhirnya sang ibupun berangkat ke Jakarta untuk membuka jalan bagi anggota keluarga yang lain di kemudian hari.

Dan Tuhan buka jalan. Akhirnya ada seorang teman Tabhita yang mau mengontrakkan kiosnya di daerah Mangga Dua. Namun kendalanya dari mana uang untuk membayar kontrakan tersebut? "Setiap kali ada masalah, pasti Tuhan sedang mau membawa kita ke tempat yang lebih tinggi," ungkap Tabhita. Pimpinannya bersedia membantu Tabhita dengan memberikan pinjaman. Namun pada akhirnya pimpinannya berkata bahwa Tabhita tidak perlu mengembalikan pinjaman tersebut. Akhirnya Tabhita dan ibunya dapat menempati kios sekaligus tempat untuk mereka tinggal. Ketika menempati kios yang baru itu Tabhita juga mulai mengajak kakaknya tinggal bersama mereka.

Dari PT Andi Putra, Tabhita kemudian memantapkan karirnya di Monash University. Belum lama bekerja di sini, Tabhita mendapat kesempatan mendampingi mahasiswa homestay study ke Melbourne, Australia. Sebuah perjalanan yang belum pernah terlintas di pikirannya sebelumnya.

Di dalam hidupnya Tabhita memiliki 3 impian, yaitu membangun rumah untuk orang tuanya, membangun panti asuhan dan membangun sebuah gereja di dekatnya. Tuhan mulai mewujudkan impiannya itu. Tuhan menaruh keyakinan di dalam hatinya bahwa tahun 2004 Tuhan akan memberikan keluarga ini sebuah rumah. Dan hal itu diceritakan kepada teman-temannya. Namun tidak semua respon teman-temannya itu baik karena mereka tahu kondisi Tabhita yang sebenarnya. Tabhita justru memberanikan diri untuk survey rumah di beberapa perumahan. Tabhita berdoa, "Tuhan, bagian saya kan mencari rumahnya, bagian Tuhan menyediakan uangnya."

Mimpi yang mulai digenapi

Suatu hari, Minggu, 29 Agustus 2004 Tabhita bersaksi di sebuah gereja (GBI PRJ Kemayoran). Kesaksian ini dia anggap sebagai hadiah ulang tahun buat Tuhan. Di situ Tabhita menyaksikan perjalanan hidupnya. Ternyata kesaksiannya diperhatikan oleh seorang pejabat penting di President University. Orang ini memberikan kartu namanya dan menawarkan mungkin mereka bisa bekerja sama. Singkat cerita Tabhita diterima bekerja di President University. Rumah impian, beasiswa untuk pendidikan adik-adiknya dan pelayanan anak-anak menuju visi memiliki panti asuhan sendiri...

Ternyata apa yang menjadi impian Tabhita selama ini mulai menjadi kenyataan. Dengan diterimanya Tabhita sebagai manajer marketing di President University, otomatis ia harus pindah ke Cikarang. Dalam waktu bersamaan Tuhan sudah menyediakan sebuah rumah yang Dia janjikan. Tabhita jatuh hati pada sebuah rumah yang ada di samping sungai. Ia sudah membayangkan di situ ia nanti akan mendirikan sebuah panti asuhan dan sebuah gereja kecil. Rumah itu kebetulan hendak dipindah tangankan oleh pemiliknya dan dihargai sebesar Rp 35 juta.

Namun dari mana dapat uang sebesar itu? Setelah melewati pergumulan Puji Tuhan, dengan tabungan yang ada ditambah dengan berkat yang dikasih oleh teman-temannya yang tahu Tabhita membutuhkan tambahan uang untuk membeli rumah, akhirnya mereka dapat menempati rumah itu tepat 19 Desember 2004. Sejak saat itu orang tuanya dan saudara-saudaranya dapat berkumpul bersama kembali di rumah impian hadiah dari Tuhan.

Kemurahan dan perkenanan Tuhan tidak hanya sampai di situ. Kedua adik Tabhita mendapatkan pendidikan yang terbaik di President University karena mereka memiliki prestasi yang baik. Kedua adiknya mendapat beasiswa dan pelajaran standar international di sekolah tersebut.

Impian Tabhita untuk mendirikan panti asuhan telah dimulainya dengan mengajar anak-anak kampung di dekat rumahnya itu setiap hari Minggu sore. Tabhita mengumpulkan mereka di depan halaman rumahnya. Mereka diajar membaca, menulis, menyanyi dan hidup sehat. Bahkan anak-anak yang diasuhnya itu sudah pernah tampil di depan Presiden SBY sewaktu berkunjung ke President University.

Tabhita Wulandari, hidupnya kini menjadi inspirasi bagi banyak orang. Seorang wanita tegar yang tidak hanya berani bermimpi. Akan tetapi berani berjuang sampai mimpi tersebut layak untuk dihidupi.

Sumber Kesaksian :
Tabitha

Sumber : jawaban.com/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami