Gempa yang terjadi di Tapanuli Utara pada Selasa kemarin (14/6) berkekuatan 5.5SR. Posko Penanggulangan Bencana Alam Tapanuli Utara ini mengakibatkan delapan unit gereja mengalami kerusakan. Lokasinya tersebar di beberapa desa di wilayah yang paling parah dilanda gempa di Kecamatan Pahae Jae dan Pahae Julu. Data terakhir yang diperoleh menunjukkan bahwa gempa merusak 1.941 bangunan rumah penduduk, 21 gedung sekolah, 5 mesjid, 1 kantor kepala desa, 1 bangunan BRI, 1 kantor lurah, 1 kantor polsek, 1 klinik, 4 pasar tradisional, 1 bangunan Mandi Cuci Kakus (MCK), dan 1 jembatan.
Tentu saja hal ini menyebabkan warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman karena rumahnya sendiri rusak parah. Mereka memang sedang dirundung duka, tapi mereka tetap bersemangat dalam melaksanakan ibadah. Minggu kemarin (19/6) penduduk di sana tetap melaksanakan ibadah, meskipun di tenda-tenda darurat. Pelaksanaan kebaktian di tenda darurat tersebut, antara lain oleh Jemaat Gereja Kristen Hurian Batak (GKHB) di Desa Sigompulon, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara.
Ada ratusan jemaat dari tiga desa yang melaksanakan ibadah kebaktian dengan sarana seadanya, namun tetap hikmat mendendangkan lagu-lagu pujian dan mendengarkan khotbah pendeta. Di dalam khotbahnya, Pendeta Tamba Samosir mengingatkan jemaat agar tetap bersabar memaknai gempa sebagai ujian dari Tuhan. “Gempa ini adalah ujian dari Tuhan. Sebagai hamba-Nya, kita harus saling tolong-menolong meringankan beban sesama korban gempa,” kata pendeta Samosir.
Menyembah Tuhan bukan hanya di saat suka tapi juga duka. Tuhan tidak akan memberikan sesuatu beban yang melebihi kemampuan kita. Kalau fokus kita kepada diri sendiri, maka beban itu memang terasa lebih berat. Tapi jikalau kita memikirkan orang lain dan membantu mereka, maka beban kita pun akan berkurang. Jadi, benar adanya perkataan pendeta tersebut. Marilah kita membantu meringankan beban mereka yang terkena gempa, maka tanpa kita sadari Tuhan akan meringankan beban kita.
Sumber : detik/lh3