Kasus Alif, Bukti Betapa Keringnya Mutu Pendidikan

Nasional / 17 June 2011

Kalangan Sendiri

Kasus Alif, Bukti Betapa Keringnya Mutu Pendidikan

Lois Official Writer
2144

Tidak sedikitpun keraguan yang tersirat di wajah Alif, siswa SDN II Gadel, Tandas, Surabaya ketika disuruh menjelaskan bagaimana proses dirinya ‘diajarkan’ untuk memberi contekan Ujian Nasional (UN) kepada siswa lain di sekolahnya. Waktu itu, kurang satu hari sebelum UN digelar, Alif mengaku diajak oleh oknum guru untuk melakukan sebuah simulasi.

“Pas itu, H-1 ada simulasi caranya membuat contekan. Saya disuruh menulis di kertas. Umpama no.01 jawabannya A, maka saya menuliskan 011,” ungkapnya dalam teleconference di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Kamis (16/6). Untuk menyebarkan kunci jawaban praktis yang telah dibuatnya, Alif pun diperintahkan untuk menghadapkan Lembar Jawaban Komputer (LJK) miliknya ke arah teman-temannya yang duduk di belakangnya. Kecurangan yang diinisiasi pihak sekolah tersebut akhirnya terbongkar 4 hari sesudah UN selesai digelar.

Kasus contek massal yang terjadi pada sekolah di Jawa Timur saat UN itu merupakan pertanda keringnya mutu pendidikan, demikian menurut Sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo, Funco Tanipu, di Gorontalo, Jumat (17/6). “Ironisnya, keberhasilan pendidikan yang hanya dinilai secara kuantitatif itu, seolah-olah diamini oleh institusi pendidikan itu sendiri,” kata dia.

Hal ini menurutnya, patut menjadi tanda tanya besar bagi kalangan pendidik, jika pendidikan hanya dimaknai sekedar peningkatan pengetahuan kognitif yang kemudian dilegalisasi melalui tahapan-tahapan pendidikan, dengan labelisasi gelar atau kelulusan. “Pendidikan telah dikapitalisasi melalui ijazah, gelar, tingginya angka kelulusan, padahal semestinya memberi kontribusi terhadap pengetahuan etika dan moral,” katanya.

Mereka lupa bahwa yang terpenting adalah kualitas yang ada di dalam diri seorang manusia. Mereka lupa bahwa apa yang kelihatan di luar itu hanya untuk sementara, karena ketika kita melihat ‘isi di dalamnya’ nanti, yang didapati adalah otak yang kosong, yang tidak berisi sehingga bagaimana bisa bangsa ini dibangun dengan otak yang seperti itu?

Sumber : republika/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami