Presiden Dewan Gereja se-Dunia, SAE Nababan menilai bahwa permasalahan sengketa antara Pemerintah Kota Bogor dengan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jemaat Taman Yasmin Bogor merupakan bentuk diskriminasi sistematik yang dilakukan oleh oknum birokrasi pemerintah yang tidak menginginkan toleransi beragama di Indonesia.
Hal ini diutarakan dalam orasinya pada aksi ibadah solidaritas GKI Taman Yasmin juga beberapa elemen kebangsaan lainnya di depan Istana Negara, Minggu (17/4). “Jangan pernah berhenti berjuang. Pemerintah harus tanggap menyelesaikan masalah ini. Jika ada oknum pemerintah yang melanggar, jelas harus ditindak dan jangan dibiarkan. Saya datang karena percaya negara ini masih berdasarkan hukum dan hukum akan melindungi keyakinan kita,” tegasnya optimistis terhadap jaminan atas kebhinnekaan Indonesia.
Lebih lanjut, mantan ephorus HKBP ini juga mengajak seluruh jemaat GKI Taman Yasmin untuk bersabar dalam berjuang dan terus melaksanakan ibadah walaupun dilakukan di trotoar dan pinggir jalan. Karena kebebasan pelaksanaan ibadah saat ini masih dijamin dan diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. “UUD 45 masih menjamin kebebasan beribadah di Indonesia. Walaupun terpaksa dilakukan di trotoar, pelaksanaan ibadah harus terus dilakukan karena merupakan hak setiap warga,“ ujar Nababan.
Menutup orasinya pada siang itu, dirinya menginginkan agar setiap jemaat yang terdiskriminasi oleh oknum tidak bertanggungjawab agar melaporkan dan tidak takut untuk bertindak. “Berjuang Terus, Tuhan Bersama Kita, Merdeka!” seru Nababan yang langsung disambut pekikan “merdeka” oleh massa yang hadir.
Mengutip data Setara Institut, lembaga yang menaruh perhatian terhadap persoalan berbasis beragama sejak 2010, eskalasi kekerasan berbasis agama dalam bentuk penyerangan rumah ibadah, khususnya terhadap jemaat Kristiani terus meningkat.
Pada 2008, paling sedikit terdapat sekitar 17 kasus dan meningkat menjadi 18 kasus pada 2009. Pada 2010, tercatat sebanyak 28 kasus pelanggaran kebebasan dan berkeyakinan. Pelanggaran-pelanggaran itu mulai dari penolakan pendirian rumah ibadah, penyegelan, pembakaran, hingga penghentian paksa kegiatan ibadah.