Apakah Anda memainkan "permainan" dalam pernikahan Anda? Penulis yang juga merupakan pasangan suami istri Shannon dan Greg Ethridge percaya bahwa banyak wanita menikah boleh jadi telah jatuh dalam peran yang bisa merusak pernikahan mereka, namun kebanyakan dari mereka tidak pernah tahu bahwa mereka telah melakukannya.
Dalam buku mereka, Every Woman Marriage, suami istri Ethridge mendiskusikan masalah umum yang dihadapi pasangan dalam pernikahan. Mereka menggambarkan pengalaman pribadi mereka untuk membagikan solusi yang telah mereka temukan untuk menciptakan sukses dalam hubungan mereka.
Sering ketika cinta kelihatannya telah berubah menjadi "es" dalam pernikahan, ada faktor di samping kurangnya perasaan cinta yang akhirnya menyumbang pada masalah. Percaya bahwa wanita menyumbang kesalahan ketika suami mereka menarik diri dari kebutuhan emosional mereka, Ethridge mendorong para wanita untuk menanyai diri mereka sendiri bagaimana mereka memperlakukan pasangan mereka.
Penulis mengatakan, seringkali istri akan menemukan bahwa mereka telah meletakkan pengharapan yang tidak adil pada suami mereka. Ketika suami tidak dapat memenuhi pengharapan si istri, suami mematikan emosional wanita.
Dalam kasus lainnya, bisa saja si wanita telah jatuh dalam perangkap memainkan suatu "permainan" dalam pernikahan mereka. Penulis mengidentifikasi empat "permainan" paling umum yang dimainkan pihak wanita.
Permainan Pertama : Permainan Roh Kudus Dan Pendosa Jahat
Shannon mengatakan : "Saya rasa sebuah permainan yang paling banyak dimainkan wanita adalah permainan Roh Kudus dan Pendosa dimana ada pernyataan dari pihak istri : “Saya telah mendengar dari Tuhan dan Tuhan mengatakan pada saya bahwa kamu (pihak suami) tidak melakukannya dengan benar"
Seringkali wanita merasa bahwa suami mereka tidak punya kemampuan mendengar tuntunan Tuhan seperti halnya mereka.
Shannon mengatakan : "Kita harus menyadari bahwa Tuhan telah menetapkan pria sebagai pemimpin spiritual di rumah. Dan saya merasa jika memang Tuhan dapat secara jelas berbicara pada para wanita, maka Dia juga dapat berbicara kepada pria dengan cara yang sama. Kita perlu memberi Tuhan lebih banyak kepercayaan mengenai hal itu."
Permainan Kedua : Permainan Ibu Dan Anak
Permainan paling umum lainnya yang dilakukan wanita adalah Permainan Ibu dan Anak. Greg mengatakan : "Ini terjadi ketika istri berbicara pada suami dan mencoba memberikan suami suatu instruksi seperti ketika si wanita berhubungan dengan anak-anak".
Sebagai contoh : ketika ada seorang istri melatih suaminya tentang bagaimana seharusnya si suami berpakaian, si istri jatuh dalam peran sebagai seorang ibu. Penulis mengatakan bahwa pembicaraan tentang subyek seperti ini biasanya baik-baik saja, namun istri seharusnya berhati-hati untuk tidak membiarkan nasehat mereka langsung menuju titik dimana mereka mengatakan pada si suami tentang apa yang suaminya harus lakukan.
Greg mengatakan : "Itulah saat ketika istri memberikan instruksi di area dimana kita benar-benar tidak membutuhkan instruksi. Kita adalah orang dewasa. Ketika seorang istri berbicara pada suami seperti itu, rasanya hal itu tidak menunjukkan rasa hormat".
Permainan Ketiga : Permainan Anak Nakal Dan Permen Ayah
Untuk kebanyakan pasangan, uang menjadi titik paling umum dan menjadi sumber ketegangan dalam pernikahan. Konflik seputar uang meningkat ketika wanita jatuh dalam peran ketika memandang diri mereka sebagai anak dimana suaminya seharusnya menyediakan segala materi yang menjadi hasrat si istri.
Shannon mengatakan : "Ini dimana wanita mengharapkan bahwa dia dapat membelanjakan semua yang dia inginkan dan bahwa pekerjaan suaminya ialah menghasilkan lebih banyak uang. Saya tahu hal ini berlaku buat saya. Ada beberapa tahun dalam pernikahan kami dimana saya menginginkan mebel baru dan segala sesuatunya, bahkan saya mengajukan komplain tentang berapa banyak Greg menghabiskan waktunya di kantor".
Ini pasti menjadi hal yang sulit bagi pria karena kebanyakan suami benar-benar ingin agar istrinya bahagia, dan mereka bersedia membuat pengorbanan yang diperlukan untuk membuat hal itu terjadi.
Masalahnya adalah bahwa hal-hal material dan fisik jarang memberikan kebahagiaan secara permanen kepada seseorang.
Greg mengatakan : "Kita mungkin mendapat mebel baru, namun hal itu tidak berhenti di situ. Akan ada yang lainnya. Sepertinya ini adalah hasrat yang terus-menerus untuk mendapatkan berbagai hal yang dibutuhkan si istri untuk membuatnya merasa senang, namun tidak satupun dari antara hal tersebut yang dapat memuaskan hasrat yang ada".
Terlalu sering, harga dari memiliki berbagai hal ini memiliki pengaruh yang besar pada pernikahan. Sementara seorang suami menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja dan menghasilkan lebih banyak uang, hubungan pernikahan menjadi menderita karena pasangan tersebut hanya memiliki sedikit waktu untuk dihabiskan bersama-sama.
Shannon mengatakan : "Kita harus menyadari apa yang lebih penting, hubungan kita atau hal-hal lainnya. Dan banyak pasangan, mereka tidak datang pada kenyataan tersebut hingga mereka terjerat dalam hutang yang berat".
Permainan Keempat : Permainan Pasien Sakit Jiwa Dan Ahli Terapi
Dalam banyak pernikahan, wanita mengharapkan suami mereka juga berfungsi sebagai ahli terapi pribadi.
Shannon mengatakan : "Saya tahu selama bertahun-tahun saya mengharapkan hal itu dari Greg. Jika saya menceritakan kepadanya segala sesuatu mengenai diri saya di masa lalu, bagaimana ayah saya memperlakukan saya, berapa banyak orang yang telah menyalahgunakan saya, dan lainnya, maka si suami seharusnya bertugas memulihkan hidup saya. Tapi dia ternyata tidak tahu apa yang harus dilakukan. Greg adalah seorang akuntan dan bukan ahli jiwa".
Daripada mencoba memperbaiki istrinya, Greg kemudian mendorong Shannon untuk mendapatkan konseling. Shannon mengatakan bahwa hal itu merupakan keputusan terbaik yang bisa dibuat untuk pernikahan mereka. Ahli terapi professional (konselor) yang dia temui ternyata menolong dirinya untuk mengerti kebutuhan emosional dirinya dan mengangkat beban dari pundak suaminya.
Shannon mengatakan : "Ketika saya menyadari bahwa hal itu baik, bahwa suami saya tidak dapat memulihkan atau memperbaiki diri saya dan saya harus bekerja untuk memperbaiki diri saya dan membiarkan Tuhan memulihkan luka-luka dalam hati saya, ketika itulah segala sesuatu berjalan semakin membaik di antara kami berdua."
Jika Anda telah mengidentifikasi diri Anda dalam berbagai sikap tersebut, jangan berkecil hati. Penulis mengatakan bahwa buku mereka tidak bertujuan membuat pihak istri merasa bersalah. Mereka hanya ingin membagikan apa yang mereka pelajari dari pernikahan mereka sendiri untuk menolong pasangan-pasangan mengalami sukacita dalam hubungan mereka.
Pada akhirnya, pasangan Etheridge mengatakan bahwa kunci untuk memiliki pernikahan yang luar biasa terletak pada bagaimana memperlakukan pasangannya satu sama lain. Ketika kedua belah pihak pasangan bertekad mengasihi satu sama lain sebagai cara agar mereka bisa dikasihi, dan mereka memperlakukan satu sama lain secara emosional, mereka berada dalam jalan yang benar untuk mencapai pernikahan yang berbahagia.
Sumber : cbn.com