Keraguan Kristen Pakistan Terhadap Hak Kesetaraan

Internasional / 13 March 2011

Kalangan Sendiri

Keraguan Kristen Pakistan Terhadap Hak Kesetaraan

daniel.tanamal Official Writer
3515

Pembunuhan Menteri Federal Kelompok Minoritas Shahbaz Bhatti yang beragama Kristen nampaknya bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. Pembunuhan politik terbesar kedua tahun ini memiliki kemiripan dengan pembunuhan pertama terhadap Gubernur Punjab Salman Taseer dua bulan lalu.

Secara terbuka, kedua politisi tersebut menentang undang-undang penghujatan yang kontroversial. Keduanya dibunuh di ibukota Islamabad pada siang bolong. Bhatti dimakamkan pada 7 Maret di Khushpur, desa Katolik terbesar di Propinsi Punjab. Desa pertama yang menjadi tenar pada 1998 setelah Uskup John Joseph yang berkomitmen untuk memprotes undang-undang penghujatan itu menembak mati dirinya sendiri.

Seperti dirilis Ucanews, lebih satu dasawarsa, tidak ada perubahan apapun menyangkut undang-undang tersebut demi kelompok minoritas Kristen. “Banyak peluang kita terbuang sia-sia. Ribuan ulama diundang ke berbagai seminar lintas agama, tetapi pada saat terjadi krisis mereka semua mengambil sikap yang sama. Kini kita harus berpikir di luar kebiasaan,” kata seorang pejabat senior Komisi Keadilan dan Perdamaian dari Konferensi Waligereja Pakistan dalam sebuah pertemuan penting para pemimpin Gereja baru-baru ini.

Sementara itu, dengan perasaan dendam dan putus asa, orang Kristen mengarahkan perhatian kepada pemimpin Gereja. Para pemimpin Gereja berusaha melakukan yang terbaik dengan tetap melakukan protes tanpa kekerasan terutama sejak Bhatti dibunuh. Kecaman dari Vatikan sedikit membawa kelegaan, namun dinamika yang ada sekarang telah merambat jauh ke depan. Darah berlumuran, karena para pemimpin politik gagal melindungi rakyat dan para wakil-rakyat.

Gereja butuh sebuah badan implementasi dan seorang pejabat untuk mengkoordinasi agar tanggapan yang memadai bisa dikeluarkan di tengah kekerasan yang sedang berlangsung. Meskipun awalnya berbagai krisis seperti itu tidak dipahami, Gereja dapat mencari sumber daya manusia dan mengucurkan dana untuk tujuan tersebut. Menghadapi kelompok garis keras dengan tangan besi memang bisa turut mencegah kerusakan lebih lanjut. Namun mengasingkan mereka yang lantang menentang tirani hanya akan menimbulkan anarki.

Sumber : ucanews/DPT
Halaman :
1

Ikuti Kami