Usai peristiwa pembunuhan terhadap Menteri untuk Agama Minoritas Pakistan Shahbaz Bhatti yang gencar menginginkan perubahan dalam Undang-Undang Penistaan Agama, umat Kristen Pakistan mulai gencar meningkatkan keamanan. Kekhawatiran ini memuncak karena intimidasi dan beberapa ancaman pembunuhan yang kerap menghantui mereka.
Hal ini terlihat jelas ketika 2,5 juta umat Kristen Pakistan yang khawatir akan masa depan itu berkumpul dan meningkatkan keamanan di Gereja Katedral Hati Kudus sehingga menurut Uskup Agung Lahore Lawrence Saldanha, Gereja tersebut lebih terlihat seperti basis militer perang “Fort Knox”. “Dengan pembunuhan itu, kami kehilangan seorang pemimpin handal. Umat begitu sedih. Mereka khawatir akan masa depan – lebih dari sebelumnya. Mereka merasa seperti menjadi warga negara kelas dua. Kami tidak bisa bersuara. Kami merasa tertindas, selalu ditekan, dan tertekan,” serunya dalam wawancara dengan Aid to the Church in Need (CAN).
Uskup Saldanha juga melihat bahwa pemerintah telah gagal dalam menjalankan fungsi kekuasaannya sehingga berbagai partai agama juga kelompok ekstrimis dapat dengan bebas menekan juga mengintimidasi warga sipil. Namun dirinya bersyukur atas mental baja para umat Kristen yang tetap tenang menghadapi masalah serius seperti ini. “Umat kami sangat tangguh dan tegar. Selama berabad-abad, mereka telah menderita. Ini bukan hal baru bagi mereka. Mereka sudah terbiasa di bawah tekanan. Berkat rahmat Tuhan, kami bisa menghadapinya,” ujar pimpinan prelates itu.
Seperti diberitakan sebelumnya Bhatti dan gubernur Propinsi Punjab Salman Taseer, dua pejabat yang menentang UU Penistaan Agama Pakistan ditembak mati oleh militan Taliban Pakistan yang mengaku bertanggung jawab atas kematian mereka. Menurut militan tersebut siapapun yang menentang UU Anti-Penodaan Agama, berarti dia melakukan tindakan kejahatan dan akan mendapatkan hukuman mati.
Sumber : ucanews/DPT