Lepas Dari Hubungan Sejenis (2)

Marriage / 6 March 2011

Kalangan Sendiri

Lepas Dari Hubungan Sejenis (2)

Lestari99 Official Writer
4285

Meskipun saya sedang tidak dalam suatu hubungan saat itu, saya langsung menyadari bahwa menjalani hubungan lesbian tidak sejalan dengan menjadi pengikut Kristus. Saya menanyakan seorang wanita Kristen untuk menunjukkan ayat Alkitab yang merujuk pada hal ini. Apa yang saya baca di dalam Alkitab hanya memperkuat tekad saya. Hal ini sangat mudah pada awalnya, saya begitu jatuh cinta dengan Tuhan dan tidak menginginkan yang lain.

Namun, sekitar sembilan bulan setelah menjadi orang Kristen, saya bertemu dengan seorang gadis yang dibesarkan dalam keluarga Kristen namun keluarganya telah menjauh dari Allah. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana seseorang dapat melakukan hal itu dan saya sangat ingin membantunya. Niat saya murni, namun tekad saya untuk tetap murni pudar dalam waktu singkat, dan kami terjalin hubungan fisik. Saya tahu bahwa tindakan kami salah, namun saya pikir ini adalah ‘kesempatan terakhir’ sebelum saya benar-benar mennjalani kehidupan selibat.

Setelah tiga bulan, ia berkata padaku, “Lihat, kamu tidak bisa menjadi orang Kristen sekaligus menjadi gay. Alkitab berkata kamu harus panas atau dingin, tetapi jangan suam-suam kuku.” Dia mengutip Alkitab untuk saya! Dengan itu, ia mengakhiri hubungan kami.

Saya mengangkat tangan saya dan berkata, “Baik, Tuhan! Saya tidak ingin hidup seperti ini. Tolong ambil ini dari saya.” Dalam banyak cara, IA melakukannya. Daya tarik saya kepada wanita sangat jauh berkurang, namun lingkungan yang menarik saya ke arah hubungan sejenis tidak berubah. Saya cukup bijak untuk mengetahui meskipun saya telah menyerahkan seluruh hasrat lesbian saya kepada Tuhan, tidak berarti jalan yang akan saya lalui dengan sendirinya akan diaspal dengan emas.

Ada beberapa hal berharga yang saya temukan saat berjuang menyelesaikan berbagai masalah dalam hidup saya. Saya tidak tahu bahwa kelompok seperti Hidup bagaikan Kristus, pelayanan yang mengarahkan saya, selalu hadir saat saya sedang berjuang. Saya terbuka kepada teman-teman Kristen tentang pergumulan saya dan meminta mereka untuk menjagai dan mendoakan saya. Saya melalui tiga tahun masa konseling uintuk menghadapi akar dari ketertarikan sesama jenis, sama halnya dengan penyimpangan makan yang saya alami, depresi dan melukai diri sendiri. Roma 12:2 berkata, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Saya benar-benar butuh agar seluruh pemikiran hidup saya diubah. Saya tidak hanya memiliki saat ketika saya merasa tidak berharga dan tidak dicintai, namun dalam keberadaan saya seutuhnya, saya yakin itu benar bahwa saya tidak berharga dan tidak dicintai.

Konselor membantu saya untuk mengenali pola pikir yang salah dan menunjukkan pada saya bagaimana membuat pikiran itu sejalan dengan apa yang Tuhan telah katakan mengenai saya (2 Korintus 10:5). Dia juga membantu saya untuk belajar menjalin hubungan yang lebih baik dengan Roy, seorang pria yang berkencan dengan saya. Karena beberapa situasi pelecehan yang saya dapatkan dari pria saat saya sudah dewasa, saya memiliki saat-saat yang sulit untuk membiarkan Roy masuk ke dalam kehidupan saya. Saat saya bertumbuh untuk percaya kepadanya, meskipun harus diakui bahwa ia tidak akan dengan sengaja menyakitiku, ketertarikan fisik alami saya kepadanya akhirnya muncul ke permukaan tanpa rasa takut.

Dan yang paling penting, saya banyak bergumul dengan Allah. Sejujurnya, saya pikir, pergumulan itu lebih seperti bagaimana ia menunggu saya dengan sabar untuk menyadari bahwa diri-Nya adalah Dia seperti yang dikatakan-Nya dan IA akan melakukan apa yang telah dikatakan-Nya akan dilakukan-Nya.

Semua yang kita andalkan begitu lama ternyata tidak berhasil, itulah reaksi alami untuk mempertanyakan Tuhan – untuk mempertanyakan kebaikan-Nya, kesetian-Nya, apakah IA dapat diandalkan dan dapat dipercaya – karena kita telah mengandalkan diri kita sendiri yang salah menjalani mekanisme dan membatasi pemahaman begitu lama. Apakah sehat atau tidak sehat, dapat diandalkan atau tidak dapat diandalkan, kekacauan yang terjadi menjadi dapat ditebak, hampir seperti hubungan pertemanan yang tidak sehat yang ingin Anda singkirkan... namun Anda senang itu selalu ada di sana.

Ada saatnya ketika saya begitu marah dan pahit kepada Tuhan karena IA bisa membuat hidup saya baik di masa lalu maupun saat ini – lebih mudah jika memang IA ingin  tapi itu tidak terjadi. Tuhan bekerja tidak berdasarkan waktu saya, dan hal itu tidaklah mudah untuk saya.

Saya teringat sesuatu dari Yohanes 6. Yesus baru saja memberikan perintah yang sulit kepada para murid-Nya. Daripada mempercayai kebaikan Tuhan dan sepenuhnya percaya kepada-Nya, mereka malah mempertimbangkan perintah itu melalui pemahaman mereka yang terbatas, dan beberapa murid memutuskan bahwa perintah itu terlalu sulit untuk diikuti dan berhenti mengikut Kristus. Saat Yesus berpaling kepada kedua belas murid-Nya untuk menanyakan apakah mereka akan meninggalkan-Nya juga, Petrus menjawab, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

Itulah perasan saya. Di tengah semua pertanyaan dan keraguan, saya sudah tahu dan telah merasakan serta melihat bahwa Tuhan memang baik, dan saya tidak punya pilihan lain selain berlindung pada-Nya (Mazmur 34:8), untuk menjawab segala keraguan dan rasa sakit yang saya alami, beristirahat dalam bayangan sayap-Nya, dan percaya bahw IA selalu setia. Dan kali ini tidak ada pengecualian.

Perilaku homoseksual sepertinya merupakan salah satu dosa yang sangat sulit untuk digumuli karena di permukaan sepertinya tidak akan menyakiti siapapun. Seringkali saya mendengar bagaimana tidak adilnya Tuhan yang melarang ekspresi “cinta sejati” antara dua manusia. Kenyataanya adalah ada banyak hal yang tidak adil dari sisi Tuhan, setidaknya dari sisi kita. Bagi saya, tidaklah adil bagi mereka untuk diberi label gay hanya karena memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis. Sungguh tidak adil jika satu-satunya pilihan yang diberi adalah untuk menjadi seorang homoseksual. Saya tidak tahu dimana saya akan berada hari ini jika saya percaya pada mereka yang berkata bahwa pilihan saya satu-satunya adalah untuk menjadi gay.

Roy dan saya telah menikah lebih dari empat tahun saat ini, dan apa yang saya hidupi saat ini bagaikan mimpi! Saya akui bahwa pernikahan bukanlah obat untuk homoseksualitas, atau bahkan jaminan kebahagiaan, namun telah menjadi bagian lain dari proses penyembuhan Tuhan dalam hidup saya. Bisa dikatakan, saya tidak pernah membayangkan saya bisa merasakan sukacita sebesar ini dan merasa begitu dikasihi dan utuh.

Saya berterima kasih kepada Tuhan bahwa saya sudah tiba pada titik dimana di dalam hati saya, saya merasa tidak ada pilihan lain selain memeluk Kristus dan semua yang disediakan-Nya bagi saya. Dan apa yang saya dapatkan saat berjalan dalam ketaatan dan kerja keras adalah seorang pria saleh luar biasa yang mencintai saya, tanpa syarat, yang tidak pernah dilakukan wanita manapun. Apa yang saya miliki saat ini adalah hubungan yang kokoh dengan Tuhan yang dapat dipercaya yang terus-menerus mengingatkan saya akan kasih dan kesetiaan-Nya, Tuhan yang dapat saya sembah saat ini karena pribadi-Nya, lebih dari hanya sekedar apa yang telah dilakukan-Nya dalam hidup saya.

IA menunjukan diri-Nya nyata dalam hidup saya. Masalahnya adalah, bahkan di saat saya merasa IA tidak demikian, saya mengingatkan diri saya ada banyak hal yang harus lebih saya pahami dengan keterbatasan sudut pandang dan kenaifan yang saya miliki dibandingkan kenyataan akan siapa Tuhan yang sebenarnya. Tuhan tidak pernah berubah, tapi saya yang berubah, dan kasih saya kepada-Nya dan pemahaman akan pribadi-Nya semakin bertumbuh setiap hari. Dan untuk hal itu, saya bersyukur.

Sumber : boundless
Halaman :
1

Ikuti Kami